Ilustrasi. (BP/Tomik)

Bulan Bahasa Bali setiap Februari diisi beragam kegiatan. Seperti Pemkab Bangli yang belum lama ini menggelar lomba berpidato bahasa Bali, nyurat aksara Bali, lomba mengetik teks bahasa Bali di komputer dan lomba masatua.

Meskipun dibuka Bupati Bangli I Made Gianyar, lomba berpidato bahasa Bali hanya diikuti 4 peserta dari total 16 bendesa di Kabupaten Bangli yang diundang sebagai peserta. Miris dan sangat menyayangkan, demikian reaksi sebagian besar netizen yang menanggapi pemberitaan tersebut di akun Facebook @balipost.

Bagaimana tidak, bahasa Bali yang merupakan salah satu unsur budaya justru kian terpinggirkan. Inilah ironi di tengah maraknya digaungkannya ajakan untuk menjaga identitas orang Bali. Pemerintah diharapkan menggunakan metode pendekatan baru untuk mengajak krama Bali terutama generasi muda bangga berbahasa Bali.

Memang, syarat untuk mampu bersaing di era digital adalah menguasai IT dan bahasa asing. Tetapi, bukan berarti bahasa Bali boleh ditanggalkan atau dianggap tidak berguna. Bukan berarti para orang tua harus fokus mengajarkan atau menyuruh anaknya les bahasa asing tanpa pernah mengajak anaknya berbahasa Bali di rumah.

Baca juga:  Waspadai Efek Bola Salju Corona

Contohlah negara maju seperti Jepang yang sangat bangga bahkan terkesan fanatik dengan bahasanya. Mereka sadar, modernisasi harus dibangun dengan akar budaya yang kuat. Berikut beberapa komentar netizen.

Alit Surya

Seharusnya ambil dari tingkat SD, SMP, SMA, masing-masing sekolah wajib mengirim peserta. Ini dijadikan agenda tahunan. Terus, karang taruna setiap desa harus mengirim. Dan untuk menarik, hadiahnya mobil, motor. Hadiah jangan cuma kalung plastik.

Dewa Dhey Sujana

Coba hadiahnya laptop, motor. Kalau bisa mobil. Lebih dari 16 desa, 100 desa pun mau bersaing.

Wayan Wijana

Ambillah hal ini untuk membuat strategi pengembangan bahasa Bali ke depan.

Nengah Wenten

Mungkin dari segi hadiahnya juga kurang sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk latihan.

Dheywa Ayoe

Tak apa, tahap permulaan. Semoga ke depan lebih banyak yang berminat.

Baca juga:  Desa Adat Soka Berproses Tata ”Parhyangan”

Dex Sudiantara

Ajeg Bali cuma wacana. Tidak ada aplikasinya di masyarakat. Pemerintah seakan lepas tangan, hanya koar-koar sebelum pemilu saja. Kalau rapat di pemerintahan pun jarang menggunakan bahasa Bali. Coba pejabat suruh berbahasa Bali, paling 50 persen yang masih lancar.

Nang Oman

Sedih saya sebagai orang Bali. Inilah akibatnya dari kecil dididik dengan bahasa Indonesia. Seharusnya pelajari bahasa Bali. Bagaimana mau ajeg Bali.

Komang Widiasih

Sekarang dominan sejak dari dalam kandungan sudah diajari bahasa Indonesia, bisa jadi bahasa Bali punah.

Ari Patih

Zaman sekarang lomba Tik Tok. Generasi muda sudah tidak peduli bahasa Bali. Hilang tradisi.

Kadek Eka Parwita

Penyuluhnya gak jalan.

Ketut Wi Jr.

Mungkin bisa minim persiapan sehingga banyak siswa-siswi yang tidak siap. Untuk itu, mohon jauh-jauh hari diberikan imbauan ke masing-masing sekolah karena berbahasa Bali yang baik butuh proses dan pemahaman yang tinggi.

Baca juga:  Cerdik di Tengah Paceklik

Tony Partha

Diadakannya lomba bahasa Bali, tapi kadang-kadang pejabat mengucapkan hari raya Bali saja masih menggunakan bahasa Indonesia. Seharusnya berikan contoh dong.

Ketut Tiaga

Miris, panitia tidak ada jiwa EO alias jaga gawang. Seharusnya pendekatan dengan klian adat, pastikan mengirim. Bina masing-masing desa bila perlu ada utusan pendampingan kerja sama dengan Unhin misalnya. Pasti ramai, apalagi hadiahnya jelas.

Wayan Wijana

Mengadakan lomba pidato bahasa Bali, seberapa jauh penyuluh dan pembina bahasa Bali sudah membina?

Widi Bali

Pembinaan dulu pak, baru lomba. Tiba-tiba lomba, tahu apa? Murid di sekolah ajarin dulu baru tes. Jika lomba hanya untuk sekadar pencitraan para pejabat dengan narasi superhiperbola, ya… buat apa juga ikut?

Bagus Adi

Mungkin dianggap tidak terlalu penting untuk ke depannya. Sawah sudah hampir habis tergantikan beton. Padahal itu kunci ajeg Bali. *

BAGIKAN