DENPASAR, BALIPOST.com – Desa adat didorong membuat awig-awig atau perarem agar masyarakat menggunakan buah lokal untuk yadnya. Ini terkait implementasi Perda No.3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal dan Pergub No. 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.
“Ini masih tidak jalan sampai sekarang, bagaimana desa adat itu bisa memotivasi masyarakat adatnya untuk menggunakan buah lokal untuk yadnya. Apakah melalui awig-awig, perarem dan sebagainya,” ujar Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry dikonfirmasi, Senin (17/2).
Menurut Politisi Golkar yang dulu getol mendorong terbitnya Perda Buah Lokal ini, pelaksanaan regulasi yang sudah dibentuk itu harus didorong melalui motivasi dan komunikasi. Dalam hal ini, pemerintah misalnya dapat memberikan insentif bagi desa adat yang mampu membuat perarem untuk mewajibkan penggunaan produk lokal termasuk buah.
Senada dengan dewan, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra sepakat mendorong agar krama desa adat lebih memilih produk lokal Bali. Termasuk di dalamnya buah lokal yang dari segi kualitas sebetulnya tidak kalah dengan buah impor. Upaya tersebut dilakukan bersinergi dengan perangkat daerah terkait seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
“Ditengah persaingan ini, kan harus kita semua menggunakan, memanfaatkan. Pemerintah sudah turun semua memantau, melihat kondisi pertanian kita, ” ujarnya.
Menurut Kartika, pihaknya secara khusus tengah berproses untuk mendorong desa adat membuat perarem terkait penggunaan buah lokal. Selain itu, juga mendorong penggunaan busana adat dengan bahan kain asli Bali seperti endek, rang-rang dan songket. Hal ini diharapkan membantu para petani dan perajin lokal sehingga perekonomiannya sedikit demi sedikit akan terus meningkat.
“Jadi tidak hanya buah saja, semua kita dorong nanti ada di desa adat itu. Jadi buah lokal, produk-produk pertanian yang lain, kerajinannya, termasuk busana dan kain-kain adat Bali,” paparnya. (Rindra Devita/balipost)