Ilustrasi. (BP/Antara)

Oleh : Dwi Yustiani, S.ST. 

China-Southern dengan rute Guangzhou-Denpasar dengan nomor penerbangan CZ625 menjadi penerbangan terakhir dari dan menuju Tiongkok daratan, sebelum kebijakan penutupan pintu untuk penerbangan dari dan ke Tiongkok dibuka kembali. Status darurat global dari WHO terkait virus Corona turut memberikan pertimbangan bahwa permasalahan ini merupakan sesuatu yang patut untuk dipertimbangkan cara penanggulangannya.

Bagi Bali khususnya yang dominan didatangi oleh wisatawan Tiongkok membutuhkan perhatian akan dampaknya, atau bisa jadi ini bahkan membukakan jalan bagi Bali untuk menggaet wisatawan dari kawasan lain. Sebagai negara yang memiliki populasi terbesar dengan jumlah share mencapai 18,5 persen dari penduduk dunia (Worlddometer), Tiongkok menjadi negara superpower ekonomi global kedua setelah Amerika Serikat.

Bahkan berdasarkan data World Bank, bahwa Tiongkok telah mengambil alih posisi Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua pada tahun 2010. Beberapa ekonom malah memprediksi bahwa ekonomi Tiongkok akan melampaui Amerika sekitar tahun 2030 (CNBC).

Tiongkok yang merupakan negara superlative yang secara rata-rata memiliki pertumbuhan ekonomi 6,7 persen per tahun telah membuat negara ini berubah menjadi pemimpin global dalam hal teknologi dan manufaktur. Berdasarkan The Global Competitive Index 2019, Tiongkok menempati peringkat ke-28 dengan skor sebesar 73,9.

Secara peringkat sama dengan tahun 2018, namun secara nilai skor meningkat 1,3 dibandingkan 2018. Dari Overviewkey yang ada dalam indeks tersebut bahkan mencatat bahwa dari sisi marketsize, Tiongkok menempati urutan pertama, yang menunjukkan bahwa potensi pasar Tiongkok sangatlah besar dan cenderung dikuasai penuh. Tiongkok memiliki total 186 unicorn start-up dan tengah membangun pusat teknologi raksasa yang terpusat pada 11 wilayah.

Namun, Tiongkok telah merilis pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 yang tengah mengalami pelambatan, bahkan selama 29 tahun terakhir menjadi yang terburuk. Dalam sebuah buku yang berjudul ‘’Global Economy Prospect’’ oleh The World Bank memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprediksi semakin menurun hingga 2021.

World Bank memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok di tahun 2020 mencapai 5,9 persen dan melambat kembali di tahun 2021 menjadi 5,8 persen. Di samping itu, pelambatan ekonomi Tiongkok juga terlihat dari jumlah volume impor serta volume produksi dari industri yang ada di Tiongkok yang semakin melambat.

Baca juga:  Ini, Daerah yang Terdampak Penurunan Kunjungan Wisatawan Tiongkok

Dalam sebuah buku yang berjudul ‘’Outbound Chinese Tourism and Comsumption Trend’’ 2017 menyebutkan bahwa seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan penduduk Tiongkok, berwisata menjadi indikator utama dan cenderung berwisata ke luar negeri untuk berlibur. Dan rata-rata jumlah negara atau wilayah yang dikunjungi sebanyak 2,1 negara atau wilayah.

Beberapa wisatawan Tiongkok menyatakan bahwa mereka ingin memiliki pengalaman unik selama perjalanan mereka, seperti mengunjungi situs bersejarah, mencoba masakan lokal, berbelanja produk lokal, dan berbagai pilihan unik lainnya. Pengeluaran rata-rata wisatawan Tiongkok per orang per tahun mencapai US$ 5.565 dan travel budget di tahun 2018 mencapai US$ 5.715 naik 3 persen dibanding tahun sebelumnya.

Pengeluaran utama wisatawan Tiongkok yaitu berbelanja dan diikuti oleh akomodasi dan makan minum. Namun, hentakan dari mewabahnya virus nCOV (Novel Coronavirus) yang merupakan virus jenis baru yang sebelumnya belum pernah diidentifikasi di tubuh manusia cukup mengejutkan dunia.

Korban yang ditimbulkan oleh serangan virus ini juga tidak main-main. Hingga kini ribuan orang telah meninggal dan puluhan ribu telah terinfeksi. Negara-negara yang terinfeksi tidak hanya Tiongkok, Jepang, Singapura dan beberapa negara telah ditemukan kasus serupa.

Ramai-ramai negara mengeluarkan travel warning, termasuk Indonesia yang mengeluarkan kebijakan tutup pintu atas penerbangan dari dan ke Tiongkok. Apa kemungkinan utama yang akan dihadapi Bali?

Bali akan diduga kehilangan wisatawan asal Tiongkok yang notabene menjadi wisman utama setelah Australia. Selama tahun 2018, jumlah wisman yang datang langsung ke Bali mencapai 1.361.512 orang (22,43 persen dari total wisman) dan merupakan jumlah wisman yang menduduki peringkat pertama terbanyak. Namun berangsur-angsur menurun di tahun 2019 yang tercatat sebanyak 1.186.057 orang dengan share hanya 18,90 persen.

Secara kasat mata, saat kondisi keterpurukan kedatangan jumlah wisman di awal tahun 2018 yang dikarenakan adanya travel warning karena erupsi Gunung Agung membuat capaian kedatangan wisman di awal tahun 2018 berada di bawah capaian bulan Januari di tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga:  Ratusan Orang Demo Kebijakan "Lockdown" AS

Namun berangsur membaik, dan melejit cepat di bulan Februari yang saat itu tengah berlangsung hari raya Imlek, dan pemerintah dengan sigap membuat acara bertemakan perayaan Imlek seperti Balingkang Kintamani Festival yang mengusung tema tersebut. Hal ini sangat berdampak pada jumlah kedatangan wisman di bulan Februari 2018 yang melejit hingga melebihi nilai di bulan Februari di tahun-tahun sebelumnya.

Capaian kedatangan wisman di tahun 2019 agaknya memang mengalami kemunduran, terbukti dari jumlah kedatangan wisman yang under dari tahun 2018 bahkan 2017. Pelambatan ekonomi Tiongkok juga turut diduga menjadi penyebab dari turunnya tren wisman saat itu.

Belum lagi perang dagang Tiongkok dan Amerika Serikat juga menambah menurunnya kebiasaan berwisata orang Tiongkok. Sehingga di tahun 2019, posisi Tiongkok sebagai jumlah kebangsaan wisman nomor satu di Bali tergantikan oleh wisatawan asal Australia.

Berapa opportunity lost yang diduga terjadi? Jika melihat capaian dalam setahun terakhir, apabila kebijakan tutup pintu masi diberlakukan hingga akhir tahun, Bali akan kehilangan sekitar 1,1 juta orang wisatawan Tiongkok. Dari publikasi Statistik Profil Wisatawan Mancanegara 2016, rata-rata lama tinggal wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Bali tercatat sebanyak 6,30 hari dengan rata-rata pengeluaran per hari tercatat sebesar US$ 167,70.

Jadi dengan menggunakan data kondisi di tahun 2016 tersebut, opportunity lost dari diberlakukannya kebijakan tutup pintu selama setahun mencapai 1,16 miliar US$ (penghitungan didapat dari 1,1 juta wisman x 6,30 hari x US$ 167,70). Tentu ini adalah hitung-hitungan yang sangat kasar dan hanya bersifat dugaan.

Jika diamati dengan data yang ada di dalam publikasi Statistik Profil Wisatawan Mancanegara 2016, spending wisatawan Tiongkok terbesar menurut maksud kunjungan tercatat pada wisatawan Tiongkok dengan maksud kunjungan berbelanja (US$ 202,86 per hari), disusul oleh wisatawan Tiongkok dengan maksud kunjungan liburan (US$ 182,33 per hari), wisatawan Tiongkok dengan maksud bisnis/MICE (US$ 161,27 per hari), wisatawan Tiongkok dengan maksud mengunjungi teman (US$ 86,35 per hari), wisatawan Tiongkok dengan maksud kunjungan untuk kepentingan pribadi lainnya (US$ 84,11 per hari), wisatawan Tiongkok dengan maksud kunjungan terkait Pendidikan (US$ 75,97 per hari) dan wisatawan Tiongkok dengan maksud kunjungan keagamaan (US$ 74,98 persen).

Baca juga:  Otonomi Apa Otomoney?

Dengan memperhatikan porsi pengeluaran wisatawan berdasarkan maksud kunjungan, diduga yang akan terkena dampak adalah pusat perbelanjaan yang diminati wisatawan Tiongkok, dan area objek wisata pun terdampak beserta sarana dan prasarana penunjang.

Apakah kondisi ini bisa menjadi Opportunity Gain juga untuk Bali? Bisa saja hal ini menjadi kesempatan baik untuk Bali. Ramainya negara menerapkan travel warning menjadi kesempatan baik untuk Bali. Berdasarkan data statistik Inbound Tourism to China pada tahun 2018, sebanyak 2,5 juta wisatawan mancanegara (termasuk orang Tiongkok yang tinggal di luar negeri) datang ke Kota Wuhan sepanjang tahun 2018, dan keseluruhan wisman (termasuk orang Tiongkok yang tinggal di luar negeri) yang datang ke Tiongkok mencapai 141,2 juta wisman sepanjang tahun 2018 (sumber : Travel China Guide).

Sementara itu, 30,5 juta wisatawan mancanegara (foreign) datang ke Tiongkok selama tahun 2018. Dengan begitu, kesempatan Bali untuk bisa merebut pasar wisatawan Tiongkok terbuka sangat lebar.

Sepuluh persen saja bisa Bali rebut, maka 3 juta wisman akan masuk ke Bali. Mengingat sebaran wisman dunia ke Tiongkok yaitu 76,3 persen wisatawan Asia, 12,5 persen wisatawan Eropa, wisatawan asal Amerika sebesar 7,9 persen, dan terbesar keempat yakni wisatawan asal Oceania mencapai 1,9 persen.

Negara utama asal wisman dunia ke Tiongkok yakni Myanmar, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Amerika, Rusia, Mongolia, Malaysia, Philipina, Singapura, India, Canada, Thailand, Australia, Indonesia, Germany and UK.

Penulis, Fungsional Statistisi pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN