DENPASAR, BALIPOST.com – Makin kuat kesan wabah yang menyerang babi di Bali, tak ditangani maksimal. Wabah dibiarkan berkeliaran sehingga kini hampir semua daerah di Bali memiliki kasus ternak babi mati.
Dari catatan Bali Post, dalam seminggu terakhir ini, kasus babi mati mendadak terus terjadi. Di sejumlah daerah yang sebelumnya tidak terjangkit, seperti Bangli dan Karangasem kini sudah puluhan babi peternak mati.
Belum ada tanda wabah akan berhenti apalagi upaya memutus rantai penyebaran virus sangat lamban. Sejak awal kemunculan wabah mematikan ternak babi di Bali, belum ada langkah riil yang dilakukan pihak terkait untuk melakukan penanganan.
Yang justru muncul kepermukaan adalah ketidakpastian apa penyebab kematian. Pengiriman sampel darah untuk mengetahui penyebab ke Balai Besar (BB) Veteriner Medan, hasilnya sempat diumumkan yakni positif Africa Swine Fever (ASF). Anehnya, sehari setelah diumumkan, pernyataan tersebut dikoreksi menjadi hanya suspect ASF.
Hingga kini belum ada penjelasan pasti soal penyebab kematian babi. Ketidakjelasan lainnya adalah tentang jumlah babi yang mati akibat wabah.
Kini daerah yang ternak babinya mengalami kematian mendadak terus meluas. Pada masa-masa awal hanya Tabanan, Denpasar dan Gianyar yang terdampak. Sejak awal muncul, bukannya berhasil mengisolasi wabah, daerah lainnya seperti Bangli, Jembrana dan Karangasem yang justru ikut terdampak.
Peternak pun menjerit karena harapan panen saat hari raya Galungan gagal total. Tidak ada instruksi dan langkah nyata yang dilakukan pihak terkait. Utamanya dalam hal memutus penyebaran wabah agar tidak makin meluas.
Penanganan bangkai babi yang mati juga tidak dilakukan secara serius. Akibatnya, banyak peternak babi yang membuang begitu saja bangkai babi di sungai.
Langkah ceroboh ini tak bisa disalahkan ke peternak. Seharusnya ada pengawasan yang ketat dari pihak terkait dalam hal penanganan bangkai ternak babi. Misalnya bangkai babi dimusnahkan dengan cara dibakar. Biaya penanganan bangkai ternak babi ditanggung oleh pemerintah.
Pembiaran pemerintah daerah, mengakibatkan penghentian penyebaran virus gagal total. Ada kesan, terjadi tarik menarik kepentingan sehingga penanganan tak dilakukan optimal.
Peternak babi ketakutan jika soal wabah yang menyerang ternak babi di ekspose akan mengakibatkan kerugian semakin besar. Pemerintah juga berkepentingan menjaga isu wabah yang menyerang ternak babi tidak meluas demi pariwisata. Namun yang jelas dari pembiaran, peternak babi lah yang paling merana. (Nyoman Winata/balipost)
Ulasan lebih mendalam mengenai langkah yang harusnya dilakukan pemerintah menangani wabah babi di Bali dapat dibaca di Harian Bali Post, Sabtu 22 Februari 2020.