Seorang warga sedang membersihkan kandang babinya. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jumlah babi mati mendadak di Bali kembali bertambah dari data terakhir 899 ekor per 17 Februari 2020. Hingga 21 Februari, tercatat ada tambahan kematian babi diduga ASF sebanyak 16 ekor di Bangli dan 18 ekor di Karangasem.

Ini sesuai hasil validasi ke lapangan yang dilakukan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. “Data perkembangan situasi penyakit wabah babi, angkanya sangat dinamis dan terus di-update setiap saat,” ujar Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, IKG.Nata Kesuma, Sabtu (22/2).

Baca juga:  Dua Bulan Segini Babi Mati Mendadak di Bali, Pemerintah Diminta "Fair" Ungkap Penyebabnya

Secara keseluruhan, kematian babi diduga ASF terbanyak ada di Badung sebanyak 598 ekor, Tabanan 219 ekor, Denpasar 47 ekor, Gianyar 35 ekor serta tambahan baru di Bangli 16 ekor dan Karangasem 18 ekor. Update tersebut, lanjut Nata Kesuma, sesuai dengan data yang masuk melalui sistem informasi respons cepat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali dan Dinas yang menangani fungsi kesehatan hewan Kabupaten/Kota sampai ke tingkat lapangan.

Baca juga:  Hadiri Rekasedana Sendratari, Menteri PUPR Kagumi Kebudayaan Bali 

“Jika data dihasilkan oleh suatu sistem informasi yang sudah terkoordinir oleh yang memiliki kewenangan, itulah data yang bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Nata menambahkan, masyarakat diberi ruang untuk berpartisipasi terhadap kejadian wabah dengan cara melaporkan kepada petugas terdekat. Hal ini diatur dalam Undang-undang No.18 Tahun 2009 pasal 45, bahwa setiap orang, peternak atau perusahaan di bidang peternakan yang mengetahui kejadian penyakit hewan menular, wajib melaporkan kepada dokter hewan berwenang di wilayah setempat.

Baca juga:  Percobaan Buang Bangkai Babi, Warga Lapor ke Polisi

Pernyataan ini sekaligus menanggapi adanya keraguan terhadap data kematian babi yang dikeluarkan pemerintah. “Hindari berpendapat dengan asumsi sendiri tanpa data dan sistem informasi yang jelas serta kapasitas sehingga menghasilkan statemen atau pendapat yang ngambang data diragukan. Data yang dianggap benar pada sistem informasi yang mana,” katanya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN