Gubernur Bali, Wayan Koster. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rancangan pembangunan dan penataan Pelabuhan Benoa menjadi Bali Maritime Tourism Hub telah disetujui 10 Kementerian pada 14 Februari 2020. Salah satu yang menjadi bagian dari rencana pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa adalah area melasti bagi warga adat sekitar, yang diresmikan pada Minggu (23/2).

Gubernur Bali Wayan Koster yang hadir saat peresmian area melasti itu menyampaikan apresiasi kepada Pelindo III karena telah memperhatikan masyarakat Bali. Tidak hanya dalam sisi ekonomi namun juga sisi sosial. “Dengan membangun area melasti tersebut, kami berharap masyarakat Bali bersama dengan pemerintah setempat bisa terus bersinergi dengan Pelindo III guna memajukan wilayah Bali,” ujar Wayan Koster.

Baca juga:  Digunakan sebagai Nama KRI, Keluarga I Gusti Ngurah Rai Mengaku Bangga

Gubernur juga mengajak masyarakat Bali mendukung Pembangunan Pelabuhan Benoa yang telah didesain dengan berpedoman pada “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui pola pembangunan semesta berencana menuju Bali Era Baru. “Saya bersama Direktur Utama Pelindo III menyusun dan merancang kawasan ini menjadi bagian pengembangan Pelabuhan Benoa sebagai pelabuhan terindah di dunia nantinya,” ungkap Koster.

Proyek ini tidak saja membangun sarana penunjang pariwisata, juga sarana ibadah, dan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah Denpasar. “Jadi ini untuk kepentingan bersama, baik masyarakat, pemerintah daerah, dan Pelindo III,” kata Koster.

Baca juga:  Ketua Kadin Bali "Bernyanyi," Sebut 3 Orang Kecipratan Dana Proyek Pelabuhan Benoa

Direktur Utama Pelindo III Doso Agung mengatakan, Pelindo III terus berupaya untuk hadir tidak hanya dalam meningkatkan perekonomian Bali namun juga dalam berbagai kebutuhan sosial masyarakat Bali, seperti area Melasti. “Semoga dengan kami sediakan lokasi melasti ini, warga desa adat sekitar khususnya warga desa Pedungan bisa lebih khusyuk dalam menjalankan ibadah,” tegas Doso Agung.

Pelindo III telah membangun area peribadatan seluas kurang lebih 1,1 hektare yang terdiri dari area parkir dan area suci atau area sembahyang. Warga desa adat sekitar bisa langsung menggunakan lokasi tersebut untuk berbagai kegiatan adat dan agama, seperti upacara penyucian pratima yang dilaksanakan saat menyambut
Nyepi serta untuk upacara penghanyutan abu jenazah pada saat ngaben. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Padukan dengan Geguritan, Upaya Jadikan Dangdut Lebih Diminati di Bali
BAGIKAN