BANGLI, BALIPOST.com – Rutin menggelar parade budaya, sebagai upaya untuk membangkitkan dan melestarikan seni budaya. Itulah yang dilakukan Desa Adat Serokadan, Kabupaten Bangli. Upaya tersebut tentu sangat sejalan dengan arah dan program Gubernur Bali Wayan Koster yang tertuang dalam visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’. Materi apa saja yang digelar dalam parade budaya tersebut?
Sejak 2011 lalu Desa Adat Serokadan telah menggelar parade budaya. Bendesa Adat Serokadan Dewa Gde Oka mengatakan, parade budaya ini rutin dilaksanakan setiap tahun, sehari setelah hari raya Nyepi.
Dari kegiatan itu, ada beberapa kesenian hampir punah yang berhasil dibangkitkan kembali. Di antaranya kesenian Wayang Wong dan Arja. Desa Adat Serokadan yang merupakan desa tertua nomor dua di Bali dulunya pernah menjadi gudang arja. ‘’Dulu ada dua sekaa Arja di Serokadan. Arja Dajanan dan Arja Delodan. Itu istilahnya. Yang satu ngiring Barong Ket dan satunya ngiring Barong Macan,’’ ungkapnya, Senin (24/2).
Pagelaran parade budaya juga telah berhasil menggugah semangat generasi muda dalam berkesenian. Sejak digelarnya parade budaya, kata Dewa Oka, sekaa seni di Desa Adat Serokadan terus tumbuh dan bermunculan.
Banyak anak-anak yang ikut terlibat dalam sekaa-sekaa seni seperti sekaa gong. ‘’Anak-anak kecil di Serokadan banyak yang sudah pintar-pintar megambel. Sekarang kami di desa adat tinggal terus membina saja,’’ ujarnya. Dalam parade budaya yang akan datang ini, Desa Adat Serokadan akan mencoba membangkitkan seni musik genggong yang dulu banyak dimainkan di Serokadan.
Selain membangkitkan dan melestarikan seni, Desa Adat Serokadan juga akan menggali potensi di bidang ekonomi. Mantan anggota DPRD Bangli itu mengatakan pihaknya ada rencana memberdayakan keberadaan serati banten.
Nantinya serati banten akan diorganisir di bawah bendera Baga Usaha Desa Adat untuk melayani masyarakat. ‘’Nanti yang betul-betul tidak bisa dan tidak punya waktu untuk membuat banten karena kesibukan bisa di sana pesan. Ngaben dadakan tiga hari bisa di sana pesan banten-nya,’’ terangnya.
Selama ini Desa Adat Serokadan sudah punya serati banten sebanyak 29 orang. Makanya setiap ada karya gede di Desa Adat Serokadan, tidak pernah membeli upakara. Pasti membuat sendiri.
Menurut Dewa Oka, usaha yang akan dibuat Desa Adat Serokadan itu bukan untuk memanjakan masyarakat. Justru mencegah pemikiran praktis masyarakat. Dengan usaha itu, nantinya serati banten akan menyerap tenaga dari generasi muda untuk terlibat dalam usaha tersebut.
Secara tidak langsung generasi muda akan bisa belajar membuat banten. Dalam pelaksanaan usaha itu nanti, pihaknya akan bekerja sama dengan LPD untuk pembayarannya. Dengan itu usaha LPD pun bisa ikut berkembang.
Di bidang pariwisata, desa adat yang memiliki 850 KK krama itu ke depan akan menata dan mengembangkan wisata trekking. Desa Adat Serokadan punya Pura Candri Manik yang merupakan pura cagar budaya serta sawah yang masih terjaga kelestariannya. Itu bisa menjadi daya tarik wisatawan. ‘’Kami juga punya air terjun yang potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata,’’ kata Dewa Oka.
Dewa Oka sangat mengapresiasi kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster. Salah satunya yakni dengan menerbitkan perda tentang adat. Dengan adanya perda itu keberadaan desa adat di Bali kini bisa semakin kuat. (Dayu Swasrina/balipost)