BANGLI, BALIPOST.com – Keberadaan keramba jaring apung (KJA) selama ini dituding banyak pihak sebagai penyebab pencemaran air Danau Batur. Pencemaran diakibatkan dari banyaknya sisa pakan ikan yang jatuh dan menumpuk di dasar danau.
Untuk menekan pencemaran akibat KJA, Bupati Bangli I Made Gianyar belum lama ini mengutarakan rencananya untuk membuatkan para pembudidaya ikan semacam kolam/tambak di hutan pinggir danau. Sementara untuk airnya akan dialirkan dari danau melalui sodetan.
Made Antara, pembudidaya ikan di Danau Batur tidak menampik bahwa keberadaan KJA menjadi penyebab pencemaran air Danau Batur. Namun menurutnya KJA bukan satu-satunya penyebab. Karena di sekitar Danau Batur ada banyak aktifitas selain pembudidayaan ikan. Ada pertanian juga pariwisata.
Untuk memastikan penyebab pencemaran air Danau Batur, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bangli itu berpendapat Pemkab Bangli harus melakukan kajian yang komprehensif. Dari sisi aktivitas perikanan, pariwisata dan pertanian semuanya harus dikaji. “Kalau gini caranya kan keliatan sepihak sekali. Sudah disimpulkan KJA paling dominan penyebab pencemaran Danau Batur,” terang pria asal Desa Buahan itu.
Soal wacana Bupati yang ingin membuatkan sodetan dan semacam kolam/tambak untuk pembudidaya ikan dengan memanfaatkan lahan hutan di pinggiran danau, menurut Antara hal itu juga perlu dikaji matang. Apakah benar sodetan itu nantinya bisa menjadi solusi terbaik.
Hutan sebagaimana yang diketahui adalah areal resapan air yang harus dilindungi. Kalau dibongkar-bongkar untuk dibuatkan sodetan dan kolam, hal itu bisa menyebabkan kerusakan hutan. Menurut Antara itu jelas bukan solusi mendidik.
Dia juga mempertanyakan kalau nantinya KJA di Danau Batur sudah dinihilkan, apakah kualitas air Danau Batur benar bisa terjamin. Bagaimana juga dengan dampak social ekonomi yang ditimbulkan. Pemerintah harus memikirkannya. Sebab sebagaimana yang diketahui ada banyak warga di sekitar danau yang menggantungkan hidup sebagai pembudidaya ikan.
Menurut Antara, untuk menekan pencemaran air Danau Batur, cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah membatasi volume KJA. Jumlah KJA untuk warga di masing-masing desa harus ditentukan batas maksimalnya.
Para pembudidaya ikan di Danau Batur, kata dia sejatinya sudah paham bagaimana cara menjaga Danau sehingga tidak lagi menambah KJA. Selain itu, pemerintah juga perlu mencarikan teknologi yang tepat agar sisa pakan yang jatuh dan mengendap di Danau Batur bisa ditekan sekecil mungkin. “Misalnya dengan beralih dari pakan tenggelam ke pakan apung,” kata Antara.
Selain Antara, wacana Bupati memindahkan KJA juga mendapat respon dari Ketua Asosiasi Pelaku Perikanan (APP) Kabupaten Bangli Ketut Wania. Dia meminta Bupati agar melakukan kajian. Menurutnya harus dipastikan seberapa besar KJA menyumbangkan pencemaran di Danau Batur. Sebab selain budidaya ikan, ada banyak aktivitas juga di sekitar Danau Batur seperti pertanian, usaha pariwisata dan lainnya.
“Kalau itu memang KJA menjadi pemicu pencemaran terbesar di Danau Batur, kami sebagai pembudidaya ikan siap apapun menjadi keputusan pemerintah. Kami sangat mendukung adanya kelestarian danau Batur. Tapi kaji dulu, apakah KJA penyumbang terbesar pencemaran di Danau,” terangnya.
Bupati juga diminta memikirkan terkait dampak social ekonomi yang ditimbulkan jika KJA dinihilkan dari Danau Batur. Saat ini ada sekitar 672 KK yang bergelut dibidang pembudidayaan ikan. “Itu harus dipikirkan. Imbasnya bukan saja pada masyarakat di pesisir danau, juga masyarakat di Bangli selatan yang melakoni pembudidaya pendeder, UPR termasuk BBI,” katanya.
Bupati Made Gianyar akan memohon ke kehutanan agar lahan-lahan hutan yang berbatasan dengan danau bisa dimanfaatkan untuk membuat sodetan. Teknisnya, nanti sodetan tersebut dipakai untuk mengalirkan air Danau Batur ke lahan-lahan berbentuk kolam/tambak yang sudah dipersiapkan.
Selanjutnya kolam-kolam itulah yang kemudian dipakai masyarakat sebagai penggganti KJA untuk berbudidaya ikan. Menurut Gianyar, dengan upaya seperti itu pencemaran air di Danau Batur bisa ditekan.
Sebab dengan adanya kolam/tambak itu, pakan ikan tidak lagi langsung jatuh dan menumpuk di dasar danau. “Nanti setiap beberapa kali, misalnya tiga kali atau lima kali panen, kolam itu dikuras airnya. Air pengurasan itu diperuntukan untuk pertanian. Setelah itu, sisa-sisa makanan ikannya bisa diambil, mungkin bisa dipakai pupuk,” ungkapnya. (Dayu Swasrina/balipost)