DENPASAR, BALIPOST.com – Tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Klungkung menghadirkan mantan Bupati Klungkung, Wayan Candra dalam kasus TPPU I Nengah Nata Wisnaya, Selasa (25/2). Terpidana kasus korupsi Wayan Candra, di depan persidangan pimpinan Esthar Oktavi, di Pengadilan Tipikor Denpasar banyak membantah dalil-dalil jaksa.
Atas banyaknya bantahan itu, hakim beberapa kali mengingatkan saksi Candra soal sumpah. Candra diminta jujur, karena telah disumpah.
Kata hakim, pertanggungjawabanya ke atas (Tuhan) dan secara hukum (jika melanggar sumpah).
Salah satu yang dibantah adalah pertanyaan jaksa, soal minjam KTP, dalam pembelian serta pensertifikatan tanah di Gunaksa, Dawan Kaler, Tojan dan Desa Ped Nusa Penida, yang atas nama terdakwa Nata Wisnaya. Mantan Bupati Klungkung, Candra secara tegas mengatakan tidak ada meminjam KTP.
Namun demikian, dalam sidang sebelumnya sertifikat atas nama Wisnaya, jaksa mengatakan itu aset milik Wayan Candra, sehingga dilakukan penyitaan dan sudah dieksekusi.
Untuk membuka secara gamblang, jaksa kemudian menanyakan soal PT. BPI (Bali Perkasa Internasional). Jaksa menemukan adanya aliran dana hingga Rp 11 miliar.
Namun Candra mengaku bahwa dia tidak sebagai owner atau memiliki BPI. Dia hanya sebagai konsultan saja.
Dan Candra menegaskan tidak pernah memberi uang pada terdakwa Wisnaya untuk membeli tanah. Atas jawaban itu, hakim mengejar mengapa banyak ada transaksi menggunakan BPI, dan juga ada rekening saksi Candra.
Candra tetap membantah. Akhirnya hakim minta JPU membuka bukti transaksi lewat rekening. Ada saksi dari Bank Mandiri mengatakan ada transaksi dan pengambilan uang lewat BPI di Bank Mandiri. Bahkan nilainya miliaran.
“Itu penjelasan dari siapa?” tanya Candra. Jaksa mengatakan dari rekening koran. “Siapa yang buat?” tanya Candra kembali, sembari mengatakan dia tidak ada melakukan itu.
Dijelaskan Candra, yang ada itu adalah pinjaman BPI untuk tambahan modal. Jaksa kemudian mengingatkan Candra bahwa itu rekening Desember 2009.
Hakim anggota Hartono, kembali mengingatkan soal Candra sebagai konsultan di BPI. Dengan nada pelan, hakim ad hoc itu menyentil bahwa Candra saat itu sebagai Bupati Klungkung masih menerima jasa sebagai konsultan. Hingga akhirnya hakim lain mempertegas, berapa nominal yang diterima? Candra mengaku sekitar Rp 3 sampai 5 juta.
“Bagaimana soal penarikan Rp 11 miliar?” Kejar hakim lain.
Di sinilah Candra mengelak, dan kembali menegaskan bahwa dia bukan bagian dari PT BPI. Kecuali sebagai konsultan dan dibayar.
Versi jaksa, lewat BPI inilah TPPU itu terjadi. Karena ada perbedaan antara jaksa dan saksi Candra, hakim mengembalikkan ke jaksa dan ke kuasa hukum terdakwa untuk menyimpulkan keterangan saksi. (Miasa/balipost)