Ilustrasi. (BP/Tomik)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Saat ini penyidik Satreskrim Polres Badung menangani tiga kasus kejahatan seksual, yaitu dua persetubuhan dan sodomi anak di bawah umur. Menyikapi kasus ini, Kapolres Badung AKBP Roby Septiadi mengaku sangat prihatin atas kejadian tersebut.

Apalagi korbannya pelajar dan pelakunya oknum kepala sekolah serta guru. Dia menduga kasus kejahatan seksual anak di bawah umur seperti gunung es, artinya yang tidak melapor banyak karena aib.

“Kalau kami dari  kepolisian sebatas memproses hukum dan memenjarakan pelaku. Memang kesadaran untuk menjaga kelompok rentan ini masih kurang.  Mereka yang masuk kelompok rentan yaitu perempuan dan anak, kaum difabilitas. Artinya kelompok yang sangat besar kemungkinan jadi korban kejahatan. Kepedulian lingkungan itu harus ditingkatkan lagi,” tegas Kapolres Roby, Selasa (25/2).

Menurutnya, setelah pelaku ditangkap dan masuk pejara, belum tentu menimbulkan efek jera atau sembuh. Justru mereka cenderung akan mencari korban lainnya. “Saya tidak ingin anak-anak saya, keluarga atau anggota, jadi korban. Membuat mereka insyaf susah,” ujarnya.

Baca juga:  Denpasar Hapus Subsidi Uang Pangkal Siswa SMP Swasta

Kapolres mengajak semua pihak untuk lebih peduli dengan kejadian ini. Orangtua jangan terlalu percaya sama sekolah, hilangkan pikiran tidak mungkin orang tersebut (guru) melakukan kejahatan seksual.

Titipkanlah anak kepada orang yang  benar-benar bisa dipercaya dan harus diawasi. “Jangan hanya titipkan anak, lalu tidak peduli. Di sekolah pun begitu, karena ada banyak guru tidak mungkin ada aneh-aneh. Padahal ada oknum gurunya yang aneh. Buat saya tragis, (pelaku kejahatan seksual) dua guru senior dan sepuh,” kata Roby.

Di Bali saat ini, kata dia, angka bunuh diri tinggi, kasus pencabulan lumayan tinggi. “Bayangkan saya baru tiga bulan di sini (jadi kapolres), ada tiga kejadian. Makanya saya bilang ini seperti gunung es, mungkin masih banyak yang belum melapor karena dianggap aib,” tegasnya.

Sebetulnya menyikapi kondisi seperti ini, dia sudah wanti-wanti kapolsek. Para kapolsek diminta mencoba mencarikan psikiater yang bisa diajak kerjasama untuk membuka konseling gratis orang-orang punya beban hidup, tapi terbentur anggaran.

Baca juga:  Kendarai Jip Terbuka, Gubernur Koster dan Kapolda Tinjau Proyek "Venue" dan Infrastruktur KTT G20

Seyogyanya pemda mengalokasikan anggaran untuk memberikan fasilitas bagi mereka yang mengalami sakit kejiwaan. Jangan sampai menunggu orang gila atau bunuh diri, peyimpangan baru bertindak.

Fenomena ini semestinya sudah terbaca oleh pemda dan ciarikan solusinya. “Saya punya pemikiran dengan angka bunuh diri tinggi, pelecehan seksual cukup tinggi, kenapa di puskemas tidak siapkan psikiater? Penyakit kejiwaan jadi tren saat ini karena beban hidup berat. Justru yang berbahaya gila setengah-setengah ini. Kalau gila beneran kan kita tahu sehingga gampang mengindari,” tandasnya.

Orang yang suka anak-anak atau  pedofilia mengalami kelainan jiwa, tapi tampilan seperti oang normal.  Pemerintah punya anggaran harus menyiadakan psikiater-psikiater, bila perlu layanan psikiater  masuk bpjs atau jaminan  kesehatan masyarakat.

Kalau kami penanganan hukum sudah jelas, tiap ada kejadian pasti diproses. Apalagi  salah satu poin Commander Wish Kapolda Bali  adalah  penanganan terhadap kejahatan anak dan perempuan. “Cuma proses hukum kita kan sebatas itu, menangkap dan memenjarakan saja.  Tidak  serta merta mengakibatkan pelaku jadi insyaf,”  ucap pewira melati dua asal Jakarta ini.

Baca juga:  Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara Sudah Miliki Kajian

Seperti diberitakan, penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Badung menangani kasus pencabulan dan sodomi anak di bawah umur. Kasus tersebut, yaitu oknum Kepsek salah satu SD di Kuta Utara berinisial WS (43) menyetubuhi  OCD (16) dan kasus ini terjadi sejak korban kelas 6 SD hingga 11 Januari 2020 (saat ini korban Kelas 1 SMA).

Pertengahan Ferbruari lalu, Satreskrim Polres Badung mengungkap kasus sodomi dialami pelajar. Kali ini korbannya siswa SD berinisial AF (10). TKP-nya di kebun  areal tempat tinggal pelaku, Fd (57) di Desa Anggungan, Mengwi.

Kasus ini terjadi sejak Juni 2019 hingga 8 Februari 2020. Pada pertengah Januari lalu, polisi mengungkap kasus pencabulan siswi SD berinisial KP (12) dan siswi SMP, TF (13). Pelakunya oknum guru olahraga, KW (50). Kasus ini terjadi di wilayah Sembung, Mengwi, Badung.  Bahkan KP mencoba bunuh diri karena depresi. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN