Merebaknya babi mati secara massal di Bali makin memperpuruk para petani. Di tengah keprihatinan makin tergusurnya produk pertanian lokal, kini diikuti dengan terpuruknya usaha sambilan mereka sebagai peternak.
Terlebih lagi, kasus babi mati secara massal dianggap masih sepele oleh pejabat di Bali. Ini tentu lebih meprihatinkan.
Bisa dibayangkan, kasus yang sudah hampir belangsung dua bulan ini, belum juga diketahui penyebabnya. Memang pernah ada pernyataan bahwa penyebabnya adalah virus ASF yang juga menyebar di sejumlah pulau di Indonesia.
Namun sontak itu dibantah. Bahwa serangan virus baru itu bukan penyebabnya. ‘’Masih diduga kena virus ASF,’’ demikian pernyataan pejabat meluruskan informasi resmi yang sebelumnya beredar.
Mungkin saja benar bahwa bukan kena ASF, namun kenapa sudah 1,5 bulan hasil laboratorium belum keluar. Apakah ada yang disembunyikan? Tentu ini pertanyaan yang wajar. Sebab sudah seharusnya pejabat bentindak cepat pada situasi yang darurat seperti ini. Sudah tidak jamannya lagi mengulur-ulur waktu apalagi menyembunyikan data yang semestinya diketahui publik.
Demikian pula soal jumlah babi mati di Bali. Dinas terkait menyebutkan hanya 889 ekor babi mati di seluruh Bali. Belum mencapai 900 ekor. Banyak yang mempertanyakan apakah data ini sudah sesuai dengan fakta di lapangan. Sebab kematian babi secara massal tidak hanya terjadi di satu kabupaten, tapi di enam kabupaten di Bali.
Tabanan adalah kabupaten pertama yang kena khsuusnya di daerah Penebel lanjut ke kecamatan Tabanan, marga dan hampir terjangkit di seluruh Tabanan. Demikian pula Badung yang diawali di Petang. Kasus serupa terjadi di Gianyar, Bangli, dan Karangasem.
Kalau megacu pada luas sebarannya, tentu jumlah 899 ekor babi mati merupakan jumlah yang sangat sedikit. Hanya 0,1 persen dari populasi babi di Bali. Sehingga perlu pendataan yang lebih komprehensif lagi dengan melibatkan aparat terbawah.
Tujuannya bukan sekadar untuk mengetahui jumlahnya, tetapi untuk menentukan langkah selanjutnya. Sebab kalau data yang mati sedikit, tentu tidak perlu tindakan yang bersifat masal. Namun bila jumlahnya banyak maka penangannya pun harus massal dan komprehensif.
Bahkan bila perlu meminta bantuan pemerintah pusat untuk turun tangan. Ini menjadi penting sebab peternakan babi juga menjadi sumber penghidupan masyarakat Bali.
Jangan sampai pemerintah abai menangani persoalan babi mati secara massal. Sebab banyak tenaga kerja yang terlibat di sektor tersebut. Jangan sampai pemerintah memandang sebelah mata usaha peternakan babi. Sama dengan yang lainnya, usaha penertankan babi walaupun dikelola secara kecil-kecilan tetap memberi kontribusi pada sektor ekonomi utamanya di perdesaan.