DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan pemerintah pusat agar Kabupaten/kota tidak memungut pajak hotel dan restoran selama enam bulan tentunya menguntungkan bagi para pengusaha pariwisata. Akan tetapi, berpotensi merugikan pemerintah di daerah.
Kondisi ini diungkapkan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Ia mengatakan tidak dipungutnya PHR selama 6 bulan akan menghambat pembangunan yang sudah direncanakan pemerintah Kabupaten/kota.
“Kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi, kita melihat secara keseluruhan. Apakah ini yang paling efektif kita laksanakan, atau ada hal-hal lain yang bisa kita lakukan,” ujar pria yang akrab disapa Cok Ace ini, Kamis (27/2).
Sampai saat ini, ia mengaku belum mendapatkan petunjuk dari pusat terkait pelaksanaan di lapangan. Pun dengan payung hukum yang dipakai, masih belum ada penjelasan lebih lanjut.
Jika dilihat secara proporsional, lanjut Cok Ace, potensi PHR Bali memang mencapai 80 persen dari total hibah pengganti sebesar Rp 3,3 triliun untuk 10 destinasi di Indonesia. Untuk bisa mendapatkan sejumlah itu tentu membutuhkan perjuangan.
Pada Senin (2/3), Gubernur Bali dikatakan telah merencanakan rapat koordinasi dengan semua bupati/walikota dan pemangku kepentingan. Termasuk membahas penolakan dari Kabupaten Badung.
Ia pun menyebut akan dibahas pula mengenai kemungkinan Bali untuk mengambil langkah yang sama. “Justru itu kita bicarakan hari Senin. Tapi apapun juga, ini kan keputusan pusat. Jadi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu,” jelasnya.
Menurut Cok Ace, Bali saat ini diperkirakan kehilangan potensi pendapatan devisa di bawah Rp 50 miliar per hari. Terlebih setelah pemerintah menutup sementara penerbangan dari dan ke Tiongkok atau China karena wabah virus corona. Perkiraan “loss” itu berdasarkan market share wisatawan Tiongkok sebesar 18,2 persen dengan spending power sekitar 1.100 USD per arrival. (Rindra Devita/balipost)