Gubernur Koster menulis huruf Bali di atas lontar. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyebut ada 25 bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Sedikitnya ada 11 bahasa daerah yang bahkan sudah punah.

Sementara itu, 6 bahasa yang katagorinya kritis lantaran penuturnya sangat sedikit. Beruntung, bahasa Bali masuk dalam status aman. “Ini kan membanggakan, jadi Bali punya momentum untuk kemudian berbenah,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan “Kun” Adnyana di Denpasar, Jumat (28/2).

Baca juga:  Wagub Cok Ace Dorong Pemuda Berinovasi dan Berkarya

Terlebih, lanjut Kun, Bali baru saja selesai melaksanakan Bulan Bahasa Bali 1-27 Februari 2020. Pelaksanaan Bulan Bahasa Bali merupakan implementasi dari Pergub Nomor 80 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.

Pergub ini merupakan payung hukum dan bukti keseriusan Pemprov Bali dalam upaya pelestarian bahasa, sastra dan aksara Bali. Menariknya, Bulan Bahasa Bali justru ramai dan menggema luar biasa di media sosial. “Jadi sekarang kalau kita lihat banyak sekali status-status (di media sosial, red), selain menggunakan bahasa Bali juga menggunakan aksara Bali,” jelasnya.

Baca juga:  Belasan Napi di Bangli Terima Remisi di Hari Waisak

Kun menambahkan, nama-nama whatsapp group anak-anak muda juga banyak menggunakan aksara Bali. Ini artinya, piranti untuk menjadikan bahasa, aksara, dan sastra Bali sebagai kehidupan sehari-hari sangat relevan.

Hal ini tentu berbeda dengan kecenderungan bahasa daerah yang kritis dan terancam punah seperti dilansir dalam pemberitaan media nasional. Disamping melestarikan, kaum milenial juga bisa mengakses literasi kebudayaan Pulau Dewata seperti lontar dan lainnya karena bisa berbahasa Bali dan mengetahui aksara Bali. (Rindra Devita/balipost)

Baca juga:  Tantangan Bahasa Bali di Era Digital
BAGIKAN