BANGLI, BALIPOST.com – Ketua BPC PHRI Bangli Dr. Ketut Mardjana menghadiri rapat dengar pendapat yang diadakan DPRD Bangli, di ruang sidang setempat, Senin (2/3). Dalam rapat yang turut mengundang ASITA (Association of Indonesia Travel Agency) serta pelaku pariwisata Kabupaten Bangli tersebut, Mardjana meminta Pemkab Bangli untuk menunda kenaikan tarif retribusi sampai kondisi pariwisata Bangli yang kini lesu akibat dampak virus corona kembali kondusif.
Diungkapkan Mardjana, sejak diumumkan terjadinya wabah virus corona akhir Januari 2020 yang dinyatakan oleh WHO sebagai krisis kesehatan dunia, telah menimbulkan dampak yang sangat negative teradap pariwisata dunia termasuk Indonesia. Khusus di Bali, setidaknya 15.000 wisatawan asal Tiongkok membatalkan rencana wisatanya ke Bali dan diperkirakan akan kehilangan potensi pendapatan pariwisata sekitar Rp 140 milyar per bulan.
Di tengah gencarnya upaya pemerintah pusat dan provinsi Bali dalam mengatasi pengaruh negative virus corona terhadap pariwisata, Owner Toya Devasya itu sangat menyayangkan sikap Pemkab Bangli yang sampai saat ini belum mengeluarkan suatu kebijakan untuk menyelamatkan pariwisata Bangli. Bahkan sebaliknya justru melaksanakan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perbup Nomor 47 tahun 2014 tentang peninjauan tarif retribusi Tempat rekreasi dan olahraga Kabupaten Bangli tanggal 7 Nopember 2019 yang berlaku mulai 1 Januari 2020.
Yang intinya terjadi kenaikan biaya retribusi sebagaimana daftar terlampir. “Atas kenaikan tarif retribusi ini telah menimbulkan berbagai reaksi penolakan dari berbagai pihak, seperti dari para pelaku pariwisata dalam naungan PHRI, PHI dan ASITA juga masyarakat luas,” kata pria yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata (BPPD) Kabupaten Bangli tersebut.
Selain keluhan dan penolakan dari pelaku pariwisata, asosiasi dan masyarakat umum, beberapa media, kata Mardjana juga pernah memberikan catatan bahwa biaya berpariwisata ke Kintamai relative sangat mahal. Ini karena adanya berbagai pungutan seperti pungutan di jalan umum Denpasar-Singaraja melalui Kintamani yang dilakukan Pemkab Bangli dalam bentuk retribusi.
Pungutan itu sangat tidak dimenggeri oleh khalayak ramai dan mempertanyakan dasar diadakannya pungutan di jalan raya. “Semua penolakan itu merupakan suatu cerminan bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemkab Bangli sebagaimana yang terurai di atas belum menggambarkan keberpihakan kepada kepentingan ekonomi rakyat dan pertumbuhan pariwisata Bangli,” jelas mantan Dirut PT Pos Indonesia itu.
Berdasarkan hal tersebut, maka PHRI Bangli bersama ASITA dan PHI memohon kebijakan Pemkab melalui DPRD Bangli. Pertama, meminta Pemkab Bangli menunda pelaksanaan Perbup Nomor 37 Tahun 2019 tanggal 7 Nopember 2019 sampai dengan kondisi pariwisata Bangli kembali kondusif. Kedua, meminta Pemkab Bangli melakukan kordinasi dan konsolidasi terhadap pelaksanaan retribusi dan berbagai pungutan di kawasan pariwisata Bangli agar dapat mngurangi biaya kunjungan untuk menghilangkan citra tingginya biaya berpariwisata ke Bangli.
Ketiga, meminta Pemkab Bangli mengkaji secara hukum penerapan tiket masuk (retribusi) yang dilaksanakan di jalan raya Denpasar-Singaraja melalui Kintamani. Keempat, meminta Pemkab Bangli agar setiap kebijakan yang diambil lebih berpihak kepdaa pertubuhan ekonomi rakyat.
Menanggapi permohonan tersebut, Ketua DPRD Bangli I Wayan Diar bersama anggota dewan lainnya menyambut apa yang disampaikan Mardjana. Diar mengatakan pihaknya akan segera mengeluarkan rekomendasi untuk menunda kenaikan retribusi tersebut. Pihaknya juga akan merekomendasikan kepada Bupati agar mengevaluasi pariwisata di Kintamani. “Kami akan segera merekomendasikan kepada Bupati. Kami berharap dari fakta yang disampaikan PHRI dan ASITA itu bisa dibuat kebijakan. Fungsi DPRD memberikan rekomendasi, eksekusinya dari Bupati,” kata Diar. (Adv/balipost)