DENPASAR, BALIPOST.com – Guna menanamkan pakem kesenian Arja Klasik, Dinas Kebudayaan Propinsi Bali menggelar Kriyaloka (workshop) Arja Klasik serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-42 Tahun 2020, di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Denpasar, Selasa (3/3). Kriyaloka menghadirkan narasumber Maestro Tari Arja Klasik. Ni Nyoman Tjandri asal Singapadu, Gianyar.
Kriyaloka ini diikuti peserta dari 5 duta kabupaten/kota yang akan mengisi ajang Parade PKB pada 13 Juni – 11 Juli 2020 mendatang. Kadisbud Provinsi Bali, Dr. I Wayan ” Kun” Adnyana, menjelaskan, Tari Arja di PKB 2020 bagian dari Parade yang diikuti oleh kabupaten kota se-Bali. Melalui workshop Arja Klasik harapanya menjadi khasanah pelestarian budaya yang dibina secara terus menerus, terutama bagi generasi milenial.
Apalagi, kriyaloka drama Arja Klasik ini merupakan bagian dari persiaaan isian parade kabupaten/kota. “Harapannya agar ada pemahaman peserta kontingen, penari, pengiring agar mendapat proyeksi pakem arja klasik yang benar sehingga ini menjadi acuan. Walaupun diberikan gaya struktur tari Arja, bukan berarti mematikan gaya masing-masing daerah yang cukup beragam,” tandasnya.
Untuk PKB tahun ini, peserta parade Drama Arja Klasik diikuti lima kabupaten/kota. Yakni, Denpasar, Gianyar, Tabanan, Badung dan Buleleng. “Kita tahu Arja perjalananya sangat populer dan dicintai, disamping menghibur ada juga tuntunan, ada nilai kisah yang disajikan secara apik, sehingga menjadi tontonan yang penuh makna,”ungkapnya.
Sementara itu, workshop berlangsung menarik dan memukau. Kehadiran sosok Ninik Tjandri, demikian disapa penari Arja yang melegenda ini adalah tokoh penari serba bisa.
Ninik Tjandri yang kini berusia 71 tahun masih bugar dan energik. Kharisma Ninik Tjandri yang mempesona, membuat peserta workshop ikut larut dalam setiap penjelasan membedah menarikan Arja itu. Satu demi satu, kelihaian menarikan pakem tari Arja diperlihatkan Ninik Tjandri kepada peserta workshop.
Beberapa tokoh diperankan, seperti pemeran Mantri, Liku, Galuh, beserta tembang Arja berupa pupuh, geguritan dan sebagainya. “Prinsipnya menarikan Arja Klasik bukanlah seperti menarikan gerakan Legong meski kharakternya sama, begitupun pakem-pakem yang dipahami, seperti kapan waktunya kliwes, nyegut, pejalan, pekelid (istilah teknik menarikan arja) yang disesuaikan dengan iringan gamelan geguntangan harus dipahami dengan benar, sehingga sajian Arja benar-benar hidup,” kata Tjandri usai workshop.
Ninik Tjandri tidak mentoleransi gaya pakem Arja Klasik dibawakan secara urakan. Misalnya, tokoh liku dengan lelucon yang diperankan secara vulgar bahkan porno. “Liku itu sosok yang manja, pengen disanjung, hindari yang porno, kalau toh ada ya… dibalut secara baik, penting ada lelucon tapi jangan vulgar atau porno, karena porno itu bukan karakter Tari Arja Klasik,” pungkas putri dari tokoh seniman I Made Kredek ini. (Winatha/balipost)