Suasana rapat paripurna yang digelar Rabu (12/2). (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Bali mempertanyakan rumusan norma sanksi pidana yang tertuang dalam pasal 38 ayat 1 Raperda Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Bali. Dalam pandangan umum yang disampaikan Fraksi Gerindra, rumusan ancaman hukuman Pidana terhadap pelaku perusakan dan pelecehan nilai-nilai ritual agama, yang diatur dalam ranperda tersebut masih rendah.

Anggota DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, I Ketut Juliarta, SH mengatakan, dalam rumusan norma pada Pasal 7 Raperda, mengenai larangan bagi setiap orang yang berbuat hal mencemari kesucian dan nilai sakral Daya Tarik Wisata (DTW), berupa tempat Suci Pura, belum mengakodir perilaku wisatawan seperti kasus naiknya tamu bule di atas Padmasana Pura Gelap Pura Agung Besakih.

Baca juga:  Sudiara PAW Mang Jangol di DPRD Bali

Sarannya agar dilakukan perumusan ulang atas Pasal 7 tentang larangan terhadap perbuatan yang bersifat perusakan dan pelecehan kesakralan nilai-niilai ritual Agama Hindu, pendirian bangunan yang bersifat menghalangi sesuatu dan perbuatan pencemaran sekala -Niskala atas DTW-Tempat Suci Pura di Bali.

Ancaman atas pelanggaran Pasal 7 Raperda, Rumusan Norma Sanksi Pidana sesuai Pasal 38 Ayat (1) hanya di ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) Bulan atau pidana denda paling
banyak Rp. 50 juta.

Rumusan ini jauh sangat ringan, dibandingkan dengan ancaman Pidana kurungan yang memungkinkan dapat dikenakan kepada pelanggar sebagaimana diatur dalam UU, yakni paling lama 6 bukan.

Baca juga:  SKB Larangan Sampradaya Hanya Obat Sementara di Tengah Kekisruhan

Pasal 15 Avat (2) UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengatur ancaman “pidana kurungan paling lama 6 (enam) Bulan”; Pada ayat (3) Pasal 15 UU ini mengatur Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang – undangan lainnya.

Sedangkan dalam Pasal 64 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, mengatur ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10 miliar bagi perusak DTW secara sengaja; sedangkan jika karena kelalaian, ancaman pidana penjaranya paling banyak 1(satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 5 Miliar.

Baca juga:  Orangtuanya Diperiksa, Mang Jangol Belum Punya Niat Baik Serahkan Diri

Fraksi Gerindra berpendapat, sebaiknya ketentuan pidana dalam rumusan Pasal 38 ditambahkan Ayat baru sehingga menjadi “Ketentuan pidana selain sebagaimana dimaksud Ayat (1), setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya merusak DTW, diancam dengan pidana penjara dan/atau denda, sesuai yang diatur dalam Undang-undang, sebagai pidana pemberatan,” katanya. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN