Keluarga memperlihakan foto almarhum seniman joged, Ketut Jingga.(BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Maestro tari joged, Ketut Jingga (68) meninggak dunia. Seniman kawakan Buleleng itu meninggal Selasa (10/3) sekitar pukul 18.00 Wita, di kediamannya, Banjar Dinas Dajan Margi, Desa Sari Mekar, Kecamatan Buleleng, akibat terserang penyakit diabetes dan tuberkulosis (TBC).

Ketut Jingga lahir pada 31 Desember 1952. Sejak masih kecil, almarhum sering diundang pentas di beberapa acara di seluruh Bali. Bahkan, Ketut Jingga tercatat sudah membina 34 Sekaa Joged di seluruh Bali.

Berkat kepiawaiannya itu, Ketut Jingga juga berhasil memperoleh sejumlah penghargaan, salah satunya penghargaan seni Wijaya Kusuma pada tahun 2005 dan Pengabdi Seni Seniman Tua Provinsi Bali 2012. Rencananya jenasah Ketut Jingga akan diaben pada Selasa (17/3) pagi di Setra Desa Sarimekar.

Baca juga:  Pembiaran Joged Porno Harus Dihentikan, Tindak Tegas!

Istri almarhum, Luh Resmi (70) menuturkan, Ketut Jingga sudah dua tahun terakhir mengalami sakit diabetes. Meski sakit, semangat Ketut Jingga untuk terus melestarikan tari joged tidak pernah padam.

Almathum selalu menyempatkan diri untuk melatih anak didiknya yang tergabung dalam sanggar Sekaa Joged Karya Remaja. Sekitar enam bulan yang lalu, gerak Ketut Jingga kian terbatas.

Sakit diabates itu membuat dirinya sempat terjatuh dan tak sadarkan diri, hingga membuat tulang pinggulnya bergeser. Sehari-hari, almarhum hanya bisa menghabiskan waktu di atas tempat tidur. “Sering ke luar masuk rumah sakit. Terkahir seminggu yang lalu, tidak bisa makan. Dibawa ke rumah sakit, kata dokter kena TBC juga. Di rawat inap, terus pulang tiga hari yang lalu. Sampai di rumah kondisinya drop dan meninggal dunia,” katanya.

Baca juga:  Maestro Kendang Dari Desa Kedis Buleleng

Sementara anak ketiga almarhum, Nyoman Adya Yana (42) mengatakan, sebelum tutup usia, Ketut Jingga sempat berpesan kepada dirinya untuk terus melestarikan tari joged sesuai pakem alias tidak berbau prono. “Pesan beliau untuk terus melestarikan joged. Kebetulan untuk mencari generasi penari joged di desa ini tidak terlalu susah. Harus ada daya tarik tersendiri untuk mengundang orang lain untuk ikut ngibing. Tidak boleh ada pornonya. Itu pesan bapak,” katanya. (Mudiarta/balipost)

Baca juga:  Joged “Jaruh” Kapan Ditindak?
BAGIKAN