DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah hiruk pikuknya kasus virus Corona (COVID-19), Bali masih dipusingkan dengan penyakit babi yang membuat ribuan ternak mati mendadak.
Hingga kini, babi mati yang disebut suspect African Swine Fever (ASF) terus bertambah. Dalam dua bulan ini saja, jumlah babi mati mencapai 3.045 ekor.
Jumlah ini terungkap dari rapat komisi II DPRD Bali dengan Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Provinsi Bali, Kamis (12/3). Kepala Dinas Pertanian yang diundang Dewan dalam hal ini tidak hadir, hanya diwakili Kabid Keswan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Ketut Nata Kusuma dan Tim Kelompok Ahli, Prof. Doktor drh. I Ketut Puja M. Kes.
Nata Kusuma berdalih pihaknya sampai saat ini masih menunggu hasil labotarium dari Kementrian Pertanian atas sempel yang diambil dari babi yang mati. Kasus kematian babi ini diakui memang tidak menular kepada manusia.
Namun demikian, Komisi II DPRD Bali meminta instansi terkait untuk terbuka kepada publik terhadap kasus yang menimpa para peternak. Karena, dampak kematian babi ini membuat masyarakat khususnya peternak kebingungan. “Biar tidak seperti kasus COVID-19, pemerintah dalam hal ini harus fair atas kasus yang menimpa peternak, kata Ketua Komisi II DPRD Bali,” kata IGK Kresna Budi.
Menurutnya, Komisi II sengaja memanggil Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk menjawab sejumlah keluhan dari masyarakat khususnya peternak. Untuk ke depan, dewan akan mencoba menganggarkan bantuan pada para peternak yang terkena musibah.
Saat ini, populasi babi di Bali mencapai 762 ribu ekor. Nata Kusuma menegaskan bahwa dengan kematian babi ini, hingga enam bulan ke depan peternak diharapkan tidak memelihara babi terlebih dahulu.
Peternak diminta untuk beralih ke jenis ternak lainnya. Karena untuk bisa memelihara babi, daerah itu harus benar-benar steril. Meluasnya kasus kematian babi menunjukkan adanya penyebaran penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus sebagai sumber penularan. (Agung Dharmada/balipost)