DENPASAR, BALIPOST.com – Pemprov Bali melakukan pergeseran anggaran mendahului Perda Perubahan APBD 2020. Hal ini dilakukan untuk membayar pembebasan lahan shortcut titik 7,8,9 dan 10 sebesar Rp 107 miliar.
Anggaran untuk shortcut sebetulnya sudah dianggarkan dalam APBD 2019. Namun belum terealisasi lantaran masalah administrasi seperti sertifikat yang belum selesai dan sempat ada protes. “Itu kan sifatnya urgent. Kemarin di 2019 kan tidak terealisasi karena administrasinya belum selesai. Padahal uangnya sudah siap,” ujar Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra dikonfirmasi di Denpasar.
Namun, lanjut Ika Putra, alokasi untuk shortcut itu tidak dianggarkan dalam APBD Induk 2020. Oleh karena itu, harus dianggarkan pada APBD Perubahan 2020. Persoalannya, anggaran untuk shortcut harus dibayarkan di awal tahun ini.
Sementara APBD Perubahan baru mulai berjalan sekitar bulan September-Oktober. “Untuk itulah karena bayar awal tahun ini, namanya mendahului Perubahan, harus sepersetujuan DPRD. Jadi uangnya nanti dipinjamkan dulu terus disediakan di Perubahan 2020,” jelasnya.
Menurut Ika Putra, anggaran yang dipinjam antara lain anggaran untuk program PU sebesar Rp 74 miliar lebih, pencairan penyertaan modal Jamkrida sebesar Rp 30 miliar, dan lainnya sebesar Rp 7 miliar. Terkait program PU yang akhirnya ditunda, dikatakan tidak prinsip dan tidak urgent.
Itupun sudah dihitung oleh Kepala Dinas PU Provinsi Bali. “Jadi kita pinjam dulu uangnya, nanti di Perubahan diganti uangnya. Termasuk untuk Jamkrida, nanti dibayar di Perubahan. Kan tidak hilang dia, tidak batal, hanya penundaan saja,” imbuhnya.
Ika Putra menambahkan, biaya pembebasan lahan shortcut lebih urgent karena kalau tidak segera dibayar dapat menghambat proses pengerjaannya. Pembayarannya juga harus dilakukan secara serentak untuk shortcut 7,8,9 dan 10 agar tidak ada kesan pemerintah tidak adil di masyarakat. (Rindra Devita/balipost)