Ilustrasi. (BP/Tomik)

JAKARTA, BALIPOST.com – Lockdown merupakan salah satu opsi yang dilakukan sejumlah negara dan daerah dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Namun, opsi itu belum diambil Bali maupun Indonesia.

Berbagai pertimbangan yang mendasari. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dikutip dari Antara, menyatakan, tujuh hal harus dipertimbangkan untuk melakukan kebijakan “lockdown” atau pembatasan sosial berskala besar di suatu wilayah.

“Untuk pembatasan wilayah atau lockdown itu dalam undang-undangnya ada tujuh yang harus dipertimbangkan, mulai dari efektivitas, tingkat epidemi, hingga pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan,” kata Tito di Balai Kota Jakarta, Selasa.

Baca juga:  "Total Lockdown" Diberlakukan Malaysia, Begini Kondisi di Hari Pertama

Pertimbangan yang disebut Tito itu berdasarkan Pasal 49 Ayat 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Bab Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Wilayah.

Dalam bab tersebut disebutkan, untuk melaksanakan karantina suatu wilayah atau “lockdown” harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.

Karantina yang terdiri atas karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit atau pembatasan sosial berskala besar, diberlakukan pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang ditetapkan oleh pejabat karantina kesehatan.

Baca juga:  Muncul Isu "Lockdown" Pelabuhan Gilimanuk, Ini Jawaban ASDP

“Karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh menteri,” tulis aturan tersebut di pasal 49 Ayat 3.

Tito juga menegaskan bahwa keputusan karantina wilayah terkait pencegahan penularan COVID-19, secara absolut berada di bawah kendali pemerintah pusat, yaitu Presiden RI. (kmb/balipost)

BAGIKAN