Ilustrasi. (BP/Istimewa)

Oleh Gou Haodong

COVID-19 menyebar bagaikan kebakaran hutan pada musim kemarau. Jumlah kasus positif virus COVID-19 tumbuh secara eksponensial.

Setiap negara sedang berjuang melawan wabah ini dan beberapa di antaranya sedang melakukan “perang” yang sangat sengit terhadap wabah ini. Ekonomi global mungkin akan menghadapi tantangan paling berat sejak Depresi Besar pada 1930-an.

Masyarakat seluruh dunia khawatir. Pada saat yang sama, media sosial penuh dengan ungkapan atau pernyataan yang bernada sindiran, serangan, makian, dan bahkan kebencian.

Pernyataan-pernyataan tersebut menyebar dan menjadi semakin keras, tak terkecuali di Amerika Serikat dan Tiongkok, yang merupakan dua negara ekonomi raksasa dunia. Tentu saja hal itu sangat mengkhawatirkan masyarakat dunia.

Sementara itu, ada satu suara lain yang selalu menggema, yang saya sebut sebagai suara diam. Suara ini datang dari dalam benak masyarakat seluruh dunia yang menyerukan kerja sama Tiongkok dan Amerika Serikat.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Melandai, Wagub Cok Ace Apresiasi Sinergi Penanganan

Sebagai seorang diplomat Tiongkok, setengah dari kehidupan saya, saya telah mengabdi untuk bidang diplomasi negara Tiongkok. Selama ini, saya telah ditugaskan di luar Tiongkok selama lebih dari 20 tahun dan akan pensiun beberapa saat lagi.

Saya mempunyai ratusan alasan untuk mengungkapkan keoptimisan saya. Pemahaman saya terhadap misi diplomasi adalah perdamaian dan kerjasama. Ini adalah hal yang harus dipelajari dan diingat oleh para diplomat Tiongkok segera saat mereka mulai bertugas.

Saya percaya kebanyakan diplomat di dunia ini juga setuju. Bagi yang memahami diplomasi Tiongkok mungkin sering melihat kata kunci “komunitas senasib sepenanggungan untuk seluruh umat manusia”. Masyarakat Tiongkok percaya bahwa “Hanya dunia yang baik, Tiongkok baru bisa baik” (tulisan presiden Xi Jinping di Wall Street Journal, 22 September 2015).

Baca juga:  Sejak 5 Juni Transmisi Lokal Terus Bertambah, Klaster Ini Disebut Paling Tinggi Sumbang Kasus

Meskipun 1,4 miliar warga Tiongkok baru mengendalikan penyebaran wabah COVID-19, namun perang ini tidak akan ada kemenangan total jika negara-negara lain masih terkena wabah ini. Terlepas dari optimisme saya, saya masih ingin memperingatkan dengan tegas bahwa: Jika virus bermutasi menjadi benih kebencian dan ketidakharmonisan, maka virus pada akhirnya akan mengalahkan manusia! Dunia menantikan kedua negara tersebut kembali menjalin kerja sama, menyatukan kepercayaan dunia dalam memerangi wabah COVID-19, mendukung negara-negara lain untuk mengatasi wabah COVID-19, dan mengendalikan semakin memburuknya perekonomi secara global.

Kesulitan dapat mengungkap karakter sejati seseorang atau sebuah bangsa. Dalam menghadapi tantangan yang ekstrem ini, saya masih sangat percaya pada rasionalitas dua bangsa luar biasa, Tiongkok dan Amerika Serikat, yaitu kebijaksanaan politik kedua negara, kecerdasan pimpinan kedua negara, dan keinginan masyarakat dunia akan perdamaian dan kebahagiaan.

Baca juga:  Belasan Warga Bali Meninggal Terinfeksi COVID-19, Empat Wilayah Jadi Penyumbang Terbanyak

Tiongkok dan Amerika Serikat tentunya akan dapat bergandengan tangan dan bekerja sama dengan masyarakat internasional, termasuk 260 juta lebih rakyat Indonesia, untuk menggerakkan kapal kemanusiaan ini melalui gelombang raksasa di depan kita dan menuju keamanan, kesehatan, perdamaian dan kemakmuran. Dengan demikian, COVID-19 pada akhirnya akan dikalahkan. Sejarah akan bersyukur dan bangga mencatat kemenangan ini dan upaya-upaya generasi dunia saat ini.

Daripada masa-masa sebelumnya, saat ini memerlukan persatuan lebih kuat!

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar

BAGIKAN