SINGARAJA, BALI POST.com – Desa Adat Buleleng, Kecamatan Buleleng pertama kali tahun 2020 ini batal menggelar upacara melasti. Ritual yang turun temurun dan sakral ini rencananya digelar pada Purnama Wuku Kedasa atau pada 7 April 2020.
Karena penyebaran wabah COVID-19 dan bentuk tunduk atas kebijakan pemerintah untuk mengurangi kerumunan warga, prajuru desa adat memutuskan tidak melaksanakan melasti yang menjadi rangkaian setelah hari Nyepi Tahun Saka 1942 tersebut. Keputusan pembatalan itu terungkap pada paruman yang diikuti perwakilan Tridatu, Pemangku Kahyangan Tiga, dan perwakilan prajuru di sekretariat Desa Adat Buleleng Jumat (27/3).
Kelian Desa Adat Buleleng Jro Nyoman Sutrisna, M.M mengatakan, beberapa dasar hukum diantaranya SK Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 13 A tentang perpanjangan status darurat wabah Virus Corona (COVID-19) sampai 29 Mei 2020, Maklumat Kapolri, dan Awig-Awig Desa Adat Buleleng No. 1 Tahun 2013 Pasal 55 dan Pasal 112.
Mengacu dari regulasi itu, sehingga paruman menyepekati tiga poin penting. Pertama melasti ditiadakan atau mepamit. Selanjutnya, pada pura kahyangan tiga akan digelar upacara ngaturang guru piduka pada pukul 10.00 Wita.
Selain itu, masing-masing Pura Panti, Dadia/Merajan dan Pemaksan upacara ngaturan guru piduka setelah nunas tirta kahyangan tiga dari masing- masing banjar adat. “Tiga poin itu sudah diputuskan dan diteruskan ke masing-masing banjar adat di wewidangan desa adat kami untuk diikuti olah krama desa,” katanya.
Ritual melasti di wewidangan Desa Adat Buleleng ini telah diwarisi oleh krama desa untuk digelar setelah Nyepi. Hal ini diatur pada lontar Sundarigama dan lontar Aji Swamandala. Dari isi lontar suci itu upacara ini memiliki beberapa tujuan penting yaitu “Ngiring Prawatek Dewata” atau mengingatkan umat untuk meningkatkan bakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa.
“Anganyutaken laraning jagat” atau membangun kepedulian untuk mengentaskan penderitaan masyarakat. “Anganyutaken Papa Klesa” atau menguatkan diri dengan membersihkan diri dari kekotoran rohani dan “Anganyut Aken Letuhan Bhuwana atau bersama-sama menjaga kelestarian alam. (Mudiarta/balipost)