GIANYAR, BALIPOST.com – Dampak wabah COVID-19 terhadap perekonomian masyarakat kecil sangat terasa. Terlebih, di daerah yang sangat bergantung pada industri pariwisata, seperti Desa Batuan, Gianyar.
Menurut Bendesa Adat Batuan, Made Djabur Selasa (31/3), destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan di wilayahnya adalah Pura Desa Batuan. Namun, seiring adanya imbauan Gubernur Bali untuk menutup semua destinasi wisata di Bali, Pura tersebut pun ditutup untuk wisatawan. “Sudah diputuskan bersama prajuru, untuk menutup kunjungan selama situasi ini masih berlangsung,” katanya.
Diakui pasca COVID-19 mewabah di seluruh dunia, khususnya Bali, sudah berdampak signifikan terhadap kunjungan wisata ke objek yang dikelola desa adat setempat. Minimnya kunjungan itu paling terlihat dari tidak adanya bus besar yang parkir di kawasan objek Pura Puseh kan Desa Batuan itu.
Walaupun ada kunjungan wisatawan beberapa pekan lalu itu pun tidak seberapa. “Kalau penurunan kunjungan sudah terjadi semenjak COVID-19 ini mewabah,” katanya.
Akibat penutupan ini, Desa Adat Batuan kehilangan potensi pemasukan sekitar Rp 10 juta per hari dari donasi para wisatawan. “Sehari jumlahnya tidak tentu karena sifatnya donasi, rata-rata Rp 10 juta. Segitu potensi yang hilang,” ujarnya.
Bendesa Batuan menambahkan wabah COVID-19 telah berdampak terhadap kondisi perekonomian masyarakat desa setempat. Banyak pekerja yang dirumahkan, sementara kebutuhan sehari-hari harus tetap dipenuhi.
Meringankan beban masyarakat inilah, Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati berinisiatif menggelontor bantuan beras. Tidak tanggung-tanggung, sekitar 26,25 ton beras disiapkan untuk dibagikan pada 1.050 KK yang tersebar di 8 Banjar se-Desa Adat Batuan.
Per KK diberikan 25 Kilogram beras. Rencananya, bantuan beras ini akan rutin diberikan setiap bulan mulai April, Mei, hingga Juni 2020. Jika situasi belum membaik, bantuan beras akan diupayakan terus diberikan setiap bulan. “Selama 3 bulan pertama, seandainya kondisi masih seperti saat ini kemungkinan bantuan beras akan diperpanjang,” jelasnya.
Sesuai catatan, jumlah KK se Desa Adat Batuan tercatat sekitar 1.050 KK tersebar di 8 Banjar. “Pertimbangannya karena banyak krama kami yang bekerja di sektor pariwisata sudah dirumahkan,” ujar Made Djabur.
Namun tidak dipungkiri, bantuan beras ini dirasa belum perlu oleh KK yang ekonominya masih mencukupi. Sehingga pihaknya menyarankan krama yang bagi krama yang tidak memerlukan bisa dihibahkan pada krama yang memang membutuhkan. “Mulai 1 April akan dibagikan. Teknisnya diatur per banjar,” jelasnya.
Biaya yang disiapkan untuk bantuan ini mencapai setengah miliar rupiah atau Rp 500 juta per bulan. Dengan perhitungan, 25 Kg beras senilai Rp 275 ribu. “Biaya diperkirakan untuk 1 krama Rp 275 ribu untuk 25 kg beras. Sekitar Rp 500 juta per bulan,” terangnya.
Juga sebagai antisipasi COVID-19, Desa Adat Batuan telah membuat surat edaran agar kegiatan keagamaan yang melibatkan orang banyak ditunda pelaksanaannya. Seperti misalnya ngaben dan resepsi pernikahan.
Pihaknya berharap agar wabah COVID-19 ini segera berakhir. Terkait adanya seorang warga Batuan yang positif COVID-19, pihaknya enggan berkomentar. “Dengar informasinya, tapi tidak berwenang saya yang komentar. Mudah-mudahan wabah ini segera berakhir, kepada krama kami tetap imbau agar beraktivitas di rumah saja,” harapnya. (Manik Astajaya/balipost)