GIANYAR, BALIPOST.com – Pasca diterapkannya pembatasan jam operasional, Pasar Seni Sukawati yang berlokasi di lapangan Sutasoma, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati semakin sepi. Bahkan dalam sehari sampai tidak ada pembeli.
Meski demikian sejumlah pedagang memilih tetap buka sesuai jadwal yang ditentukan. Aturan buka tutup pasar mulai pukul 07.00 Wita hingga 14.00 Wita. Aturan ini berlaku mulai 1 April 2020.
Dampaknya, pasar yang menjual baju, kain serta oleh-oleh khas Bali ini pun semakin sepi. Meski demikian, cukup banyak pedagang yang tetap buka sambil berharap ada pengunjung yang mampir.
Sembari menunggu pembeli, para pedagang yang didominasi kaum perempuan nyambi aktivitas lain. Seperti mejejahitan busung atau slepan untuk keperluan upakara. Di samping untuk dipakai sendiri, jejahitan tersebut juga dijual kembali.
Ni Wayan Antari salah satu pedagang mengakui sepinya kunjungan ke pasar pasca wabah Covid 19. Dikatakan paling banyak dalam sehari bisa jualan Rp 50 ribu.
Dikatakan yang membeli tersebut merupakan warga lokal. Mengakali kondisi ini para pedagang pun melakukan sejumlah strategi. Salah satunya banting harga. “Biar dapat saja jualan, ini saya kasi murah-murah,” katanya.
Kepala Pasar Seni Sukawati, AA Gede Raka Wibawa dikonfirmasi Minggu (5/4) mengatakan pascawabah COVID-19, kedatangan wisatawan asing maupun domestik memang menurun. Bahkan nyaris tidak ada sama sekali.
Para pedagang hanya berharap datangnya pembeli lokal Bali. “Memang sepi sekali, sehingga harapannya memang kunjungan warga lokal sekedar membeli pakaian sehari-hari,” katanya.
Diungkapkan ada sekitar 700 lebih pedagang yang berjualan di tempat relokasi ini. Dari jumlah itu, diakui, beberapa ada yang memilih tutup.
Namun dipastikan, sebagian besar pedagang tetap buka. “Semua masih buka seperti biasa. Karena berjualan sudah jadi mata pencaharian demi memenuhi kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.
Walau ada yang tidak dapat berjualan, para pedagang mengaku tetap membuka lapak untuk menghibur diri. “Ya… karena di rumah saja juga mereka bosan. Meski di pasar tidak dapat jualan, minimal bisa mesliahan (menyegarkan pikiran, red),” terangnya. (Manik Astajaya/balipost)