WASHINGTON, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 mengalami peningkatan seiring makin tingginya jumlah kematian harian akibat virus ini di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. COVID-19 kini telah membunuh 86 ribu orang dan menginfeksi 1,5 juta orang.
Hampir tidak ada negara di dunia ini yang tidak terjangkit dan menyebabkan krisis ekonomi global.
Dalam dua hari berturut-turut, dikutip dari AFP, AS mengalami kematian harian yang mendekati 2 ribu kasus pada Rabu (8/4). Bahkan di New York, negara bagian di AS yang terdampak paling buruk atas kasus ini mengibarkan bendera setengah tiang.
Meski demikian, ada secercah harapan di kegelapan ini dengan pernyataan Gubernur New York, Andrew Cuomo, yang mengatakan bahwa kurva epidemi ini sudah melandai.
“Kami sepertinya akan menghadapi puncak terakhir, cahaya ada di ujung terowongan,” kata Trump dengan optimis.
Dari perhitungan yang dilakukan Johns Hopkins University pada Rabu (8/4) pukul 20.30 waktu setempat, jumlah kematian harian di AS mencapai 1.973 orang, naik dari sehari sebelumnya yang mencapai 1.939 kematian. Total kematian di AS menjadi 14.695 kasus. Sehingga menggeser posisi Spanyol di peringkat kedua yang sudah mengalami jumlah kematian akibat COVID-19 sebanyak 14.555 orang. Namun, belum mampu menggeser Italia yang total kematiannya mencapai 17.669 jiwa.
Di Inggris, terjadi juga rekor kematian harian yang mencapai 938 orang saat sang perdana menteri Inggris, Boris Johnson menghabiskan malamnya yang ketiga di instalasi gawat darurat (IGD).
Prancis juga mengalami total kematian COVID-19 di atas 10 ribu jiwa. Negara ini menyiapkan upaya-upaya untuk memperpanjang karantina wilayah.
Spanyol dan Italia masih mengalami ratusan kematian harian.
Pandemi ini juga bergeser ke kawasan yang sebelumnya hanya terimbas sangat kecil, Afrika. Pemerintah Ethiopia mendeklarasikan darurat nasional sementara Liberia menutup ibukotanya Monrovia karena korban akibat COVID-19 mulai berjatuhan.
Virus ini juga menyelusup hingga Hutan Amazon. Kasus pertama COVID-19 yang menjangkiti warga Suku Yanomami, suku asli di Amazon, dilaporkan oleh Brasil. (Diah Dewi/balipost)