Oleh I Ketut Swarjana, SKM, MPH, Dr.PH
Sejak Covid-19 ini merebak pertama kali di Kota Wuhan-China, Covid-19 benar-benar menjadi penyakit yang sangat menakutkan bagi warga dunia. Tidak saja warga di negara miskin dan berkembang, juga warga di negara maju.
Bahkan Covid-19 ini dikenal sebagai: “The biggest crisis since World War II”. Berikut perkembangan Global Covid-19 dari sisi kesehatan global, dampaknya terhadap Indonesia atau Bali, serta langkah strategis apa yang harus diambil pemerintah untuk membatasi penularan dan penanggulangan Covid-19 di Bali:
Kondisi terkini Covid-19 di Dunia
Sumber: World Health Organization
Saat ini, Covid-19 sebagai Global Pandemic merajalela di hampir seluruh negara di dunia. Tanggal 7 April 2020, 2:00am, data WHO menyebutkan total 1.214.973 kasus positif Covid-19 dan 67.841 orang meninggal. Eropa dan Amerika menjadi regions dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di dunia.
Perubahan episentrum Covid-19 di dunia
Episentrum Covid-19 yang dulunya di Kota Wuhan-China, lalu berpindah ke Eropa (Italy, Jerman, Inggris dan lain-lain) kemudian saat ini berpindah ke Amerika. Amerika sendiri kita kenal sebagai negara super power, maju, sangat menguasai teknologi apalagi bidang pendidikan dan kesehatan. Namun sangat kewalahan dengan total 307.318 kasus positif Covid-19 dan 8.358 kasus meninggal. Beberapa kesulitan yang mereka hadapi diantaranya:
1) penyebaran kasus yang sangat cepat dan massif di Amerika terutama Kota New York sebagai episentrum penyebaran Covid-19;
2) Rumah sakit kewalahan menampung ratusan ribu kasus;
3) Keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kesehatan;
4) Kesulitan membatasi pergerakan manusia di Kota-kota Besar Amerika;
5) Saling menyalahkan satu sama lain termasuk Presiden Donald Trump yang menyalahkan pendahulunya Barack Obama: dan masih banyak lagi kesulitan lainnya. Bisa kita bayangkan negara sebesar dan semaju mereka kewalahan luar biasa menghadapi global pandemic ini.
Risiko perpindahan episentrum di Indonesia
Saat ini, Jakarta adalah episentrum penyebaran Covid-19 di Indonesia. Penyebaran Covid-19 ini selanjutnya cukup massif di kota-kota besar sekitar Jakarta, termasuk peningkatan kasus terus terjadi di provinsi luar Jakarta seperti Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, termasuk Bali.
Apabila pemerintah tidak secara cepat dan tegas mengambil langkah-langkah strategis, tidak tertutup kemungkinan akan ada episentrum kedua di Kota lain di Indonesia, termasuk risiko Bali sebagai episentrum penyebaran COVID-19.
Risiko yang dihadapi Bali jika menjadi episentrum Covid-19
Jika penyebaran COVID-19 ini tidak bisa ditekan secara extreme, maka penyebaran berisiko meluas dan massif di Bali. Kasus akan bertambah terus tiap harinya dan ini berdampak buruk bagi Bali terutama keselamatan masyarakat Bali.
Kalau Jakarta banyak punya gedung besar dan tinggi serta hotel milik BUMD, tenaga kesehatan yang banyak, dana besar, rumah sakit banyak, dan peralatan paling lengkap untuk ukuran Indonesia. Itupun pasti tidak akan pernah cukup menampung pasien COVID-19 jika tidak dilakukan langakah tegas dan cepat di Jakarta.
Sementara itu, Bali tidak memiliki sumber daya selengkap Jakarta. Rumah sakit kita jumlahnya sangat terbatas, peralatan terbatas, dan tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat juga jumlahnya terbatas, termasuk dana juga tidak sebesar Jakarta. Bisa dibayangkan bila pasien COVID-19 mencapai ribuan di Bali, kemana dicarikan rumah sakit untuk menampung mereka, kemana mencari tenaga kesehatan untuk merawat mereka, kemana mencari APD yang memenuhi standar, kemana mencari ventilator dengan jumlah banyak, dan masih banyak lagi kesulitan lainnya jika kita menghadapi lonjakan kasus seperti Jakarta.
Bali tidak akan sanggup jika sampai terjadi lonjakan kasus mencapai ribuan, akan ada banyak pasien yang tidak bisa ditampung di rumah sakit, dan penularan akan semakin meluas. Kita tentu tidak berharap seperti itu, sehingga menjadi keharusan pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas, serta masyarakat seluruhnya harus mendukung upaya pemerintah untuk menjaga Bali, menjaga keselamatan kita semua.
Pelajaran negara lain di dunia
1. China
Pemerintah China mengambil langkah cepat untuk melakukan lockdown Kota Wuhan sehingga dalam waktu sekitar 3 bulan mereka dapat memperlambat penularan bahkan zero new case. Pemerintah China berani mengambil risiko berat agar masyarakatnya mau diam di rumah untuk membatasi penularan, tetapi kebutuhan logistik masyarakatnya dipenuhi.
2. Italia
Pemerintah Itally sangat terlambat mengantisipasi penyebaran massif Covid-19 di negaranya. Begitu akan diberlakukan lockdown terjadi perpindahan penduduk atau seperti mudik di Indonesia, karena mereka sudah tidak bisa bekerja dan lain-lain. Sehingga mereka yang melakukan migrasi menyebabkan terjadi penularan ke daerah lain, sehingga Covid-19 merata terjadi di negara tersebut. Kesimpulannya lockdown sudah sangat terlambat, dan mereka saat ini sangat kewalahan menghadapi lonjakan kasus baru dan kematian.
3. Korea Selatan
Korea Selatan tidak memberlakukan lockdown, tetapi masyarakatnya sangat disiplin mematuhi anjuran pemerintahnya. Mereka memiliki perencanaan yang jelas dan terukur serta cepat dalam mendeteksi kasus baru, serta menanganinya dengan cepat di fasilitas kesehatan mereka yang memiliki kualitas baik dan peralatan memadai. Hasilnya, mereka dapat menekan penyebaran kasus dengan baik dan menekan jumlah kematian.
4. Amerika
Amerika adalah salah satu negara yang pejabat pemerintah termasuk presidennya menganggap tidak terlalu serius Covid-19. Mereka terlalu yakin dengan kemampuan dan kekuatan negaranya yang kaya, superpower, banyak ahli dari berbagai universitas top dunia. Faktanya mereka terlambat mengambil langkah cepat dan tegas mengantisipasi global pandemic Covid-19.
The New York Times (28/3/2020) menyebutkan “The Lost Month: How a failure to Test Blinded the US to Covid 19”, Amerika kehilangan waktu dan gagal melakukan screening Covid 19 akibat birokrasi, peraturan dan kegagalan kepemimpinan yang membiarkan penyebaran kasus yang tidak terdeteksi “spread undetected”. Akibatnya lonjakan luar biasa dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di dunia dan jumlah kematian terbesar ke-3 setelah Italia dan Spanyol. Mereka saat ini sangat amat kewalahan menghadapi Covid-19.
Apa kaitan antara pembatasan pergerakan manusia, pencegahan penularan dengan keselamatan tenaga kesehatan?
Logikanya, jika pembatasan gerakan manusia dapat dilakukan (physical distancing minimal 2 meter atau stay at home), maka penularan akan melambat atau bahkan sangat lambat. Jumlah kasus akan melambat peningkatannya, dan akan cenderung menurun, sehingga orang yang dirawat di rumah sakit akan semakin sedikit.
Dampaknya bagi rumah sakit adalah tenaga kesehatan bebannya akan berkurang untuk merawat pasien di rumah sakit, sehingga mereka sedikit bisa lebih tenang dan cukup tenaga dan bisa lebih focus merawat pasien. Jika pasien membludak akan menambah beban tenaga kesehatan dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mereka yang sangat berisko tinggi terkena penularan Covid-19.
Langkah Stretegis yang sebaiknya diambil pemerintah, dengan keluarnya PP tentang PSBB dan Keppres tentang Status Kedadruratan Kesehatan masyarakat
Ada beberapa langkah penting yang bisa diambil oleh pemerintah:
1. Lakukan kajian serius dan bila memenuhi syarat segera mengajukan ke pemerintah pusat khususnya ke Menteri Kesehatan sehingga secepatnya dilakukan kajian untuk menetapkan Bali sebagai provinsi yang layak ditetapkan PSBB mengingat adanya kedaruratan kesehatan masyarakat sesuai dengan UU No 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ini penting untuk dapat dilakukan pembatasan pergerakan orang secara lebih ketat dan tegas. Apalagi Bali sangat kental dengan rasa persaudaraan dan menyamebraya sehingga ada peluang tinggi bagi mereka untuk saling mengunjungi keluarga apalagi jika ada kegiatan adat.
2. Melakukan upaya pengetatan secara lebih maksimal terhadap pintu masuk Bali, terutama pelabuhan laut maupun bandara. Yang diijinkan masuk Bali semestinya hanya mereka dengan tujuan yang jelas terkait dengan logistik, kesehatan, dan keamanan, atau tugas pemerintah yang sangat mendesak. Ini akan dapat mengurangi secara signifikan penularan dari orang-orang yang bersal dari zona merah Covid-19. Ini juga penting agar kita semua bisa lebih focus melakukan upaya pencegahan penularan dan penanggulangan di internal Bali, tanpa harus dibebani dengan tambahan kasus Covid-19 atau imported cases yang bearsal dari luar Bali.
3. Pencegahan penularan sesuai yang dianjurkan WHO:
1) Hands, mencuci tangan menggunakan sabun di air mengalir;
2) Elbow, menutup mulut atau hidung saat batuk atau bersin menggunakan siku atau lengan;
3) Face, tidak menyentuh muka terutama mata, hidung dan mulut untuk mencegah perpindahan virus;
4) Distance, menjaga jarak minimal 2 meter; dan
5) Feel, memeriksakan diri secepatnya bila merasa tidak sehat atau unwell seperti batuk, pilek, panas, ataupun sesak nafas.
4. Seruan menggunakan masker ketika keluar rumah baik yang sakit maupun sehat (semua orang wajib menggunakan masker), serta selalu menjaga kondisi atau stamina agar tetap sehat.
5. Pelayanan kesehatan perlu lebih ditingkatkan dari segi jumlah kapasitas rumah sakit, tenaga dokter, perawat, serta tenaga kesehatan lainnya yang berjuang keras terdepan demi keselamatan masyarakat. Menyiapkan insentif yang layak untuk mereka, serta menyediakan hotel atau tempat bagi mereka untuk beristirahat, sehingga mereka tidak harus pulang ke rumah masing-masing untuk mencegah risiko penularan ke orang lain atau keluarga.
6. Memperkuat sinergi pemerintah dan desa adat dalam rangka menanggulangi Covid-19 yang berbasis adat. Ini penting karena adat yang paling memahami kondisi riil di lapangan dan powerfull untuk mengendalikan pergerakan orang di masyarakat, sehingga kebijakan untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah bisa well implemented.
7. Antisipasi skenario terburuk jika suatu saat Bali harus berhadapan dengan lonjakan kasus yang tinggi seperti Jakarta. Perlu disiapkan pemenuhan logistik atau bahan pokok bagi masyarakat, sistem pelayanan kesehatan dalam situasi yang amat darurat termasuk meyiapkan beberapa rumah sakit yang harus siap menjadi rujukan khusus Covid-19, menyiapkan tenaga kesehatan yang cukup dan terlatih, serta menyiapkan APD yang memenuhi standar.
Penulis adalah Global health expert, Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) Bali