I Gusti Agung Rai Suryawijaya. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali kini tengah berjuang melawan dampak meluasnya penyebaran wabah COVID-19, tak hanya dari sisi kesehatan namun juga ekonomi. Pengusaha dan investor yang berpuluh-puluh tahun mengeruk dolar dari pariwisata Bali, pun jadi sorotan.

Menurut Ketua PHRI Badung Agung Rai Suryawijaya, Kamis (9/4), saat ini kondisi pariwisata tengah terpuruk. Bahkan ia menyebut keterpurukan ini terburuk sepanjang sejarah.

Pandemi COVID-19 ini, dikatakannya, berdampak pada 96 persen hotel di Bali yang tutup operasionalnya. Sebab, tingkat hunian hingga 0 persen.

Namun, di tengah situasi terpuruk ini, ia mengatakan pengusaha dari luar Bali yang berinvestasi di Bali harus membantu. Misalnya dengan mengeluarkan uang sumbangan untuk menyelamatkan Bali dan pariwisata Bali.

Baca juga:  Indeks Bisnis BRI : UMKM Tetap Tumbuh di Tengah Kenaikan Inflasi

Dari data PHRI Badung, ada sekitar 250 hotel bintang 4 dan 5 serta 300 hotel bintang tiga yang dimiliki investor luar Bali. “Jika masing-masing mengeluarkan Rp 100 juta, maka uang sumbangan itu tentu akan sangat membantu pemerintah dan krama Bali dalam mengatasi COVID-19,” katanya.

Ia pun mengaku akan mengimbau hal itu dan mendekati owner hotel yang ada di wilayah Badung khususnya, untuk melakukan social solidarity. “Saya imbau dia jangan hit and run di Bali. Jangan kita mengambil sesari gumi Bali dibawa ke tempat lain. Ini juga demi kepentingan dan keberlanjutan perusahaan mereka,” ujarnya.

Baca juga:  Diimplementasi Bertahap Hingga 2020, Perbankan Kunci Dorong Implementasi Nontunai

Saat ini, ia mengatakan hotel dan restaurant telah turut memberikan peran untuk menyelamatkan krama Bali. Salah satunya, dari sisi internal, hotel dan restaurant terlebih dulu menyelamatkan karyawan.

Ada beberapa kebijakan yang diambil perusahaan yaitu merumahkan karyawan dan memberikan cuti dengan gaji full, dan ada yang merumahkan karyawan dengan gaji pokok. Juga merumahkan karyawan dengan separuh gaji sesuai dengan kemampuan perusahaan, ada perumahan karyawan tanpa membayar upah namun statusnya tetap sebagai karyawan, dan ada yang melakukan PHK.

Ia menjelaskan kemampuan industri pariwisata untuk menanggung beban ini beragam. Ada yang hanya mampu 3 bulan, ada yang lebih dari 3 bulan dan bahkan ada yang tidak siap sama sekali. “Hotel bintang lima dia masih punya spare, saya sudah memantau sendiri,” ungkapnya.

Baca juga:  Pemprov dan Industri Wisata Sumbar Antusias Sambut TO/TA Prancis

Industri pariwisata, bebernya, berinisiatif menyumbang APD, pembuatan hand sanitizer, disinfektan, dan memberikan bantuan makanan pada tim medis. Bahkan, lanjutnya, menawarkan hotelnya untuk digunakan tim medis untuk isolasi diri.

Beberapa hotel juga menawarkan tempat untuk menjadi tempat orang dalam pemantauan (ODP) dan orang tanpa gejala (OTG) melakukan karantina mandiri dengan menjual paket murah Rp 3 juta sebulan. Di tengah wabah juga menjadi kesempatan hotel untuk melakukan pelatihan pada SDM, memperbaiki infrastruktur hotelnya dan bekerjasama dengan pemerintah. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN