Seorang pegawai menata uang sebelum didistribusikan. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Wabah COVID-19 ternyata memicu peningkatan uang tunai yang beredar di masyarakat. Menurut Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, M. Setyawan Santoso pada Maret terjadi cash outflow dari Bank Indonesia yang mencerminkan meningkatnya kebutuhan uang di masyarakat.

Pada Maret 2020, uang tunai yang beredar di masyarakat sebesar Rp 1,4 triliun. Padahal Februari 2020 hanya Rp 480 miliar seiring dengan meningkatnya transaksi nontunai. Sementara di Januari 2020 Rp 998 miliar.

Baca juga:  Ini Syaratnya! Ekonomi Bali Bisa Tumbuh hingga 6 Persen

Uang tunai masuk (inflow) ke BI pada Maret 2020 sebesar Rp 1,2 triliun, lebih kecil dari uang keluar. Pada Januari 2020, inflow Rp 2,9 triliun dan Februari Rp 893 miliar. “Untuk menjawabnya tidak perlu memakai teori yang sulit, cukup dengan teori ekonomi makro dasar tentang permintaan uang,” ungkapnya.

Dari teori itu, seseorang memegang uang karena adanya 3 motif yaitu, motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Yang terjadi saat ini adalah motif pertama dan motif berjaga-jaga.

Baca juga:  Diguyur Hujan Deras Tiga Hari, Gunung Agung Keluarkan Solfatara hingga 1.500 Meter

Dengan diumumkan virus corona di Tiongkok, pada awalnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memacu sektor pariwisata yang terancam lesu karena rendahnya kunjungan wisman. Kemudian sejak terjadinya kasus COVID-19 pertama di Indonesia  pada 3 Maret 2020, pemerintah mengambil kebijakan strategis seperti tetap di rumah (stay at home), bekerja di rumah (work at home), menjaga jarak (phisical distancing) yang mulai berlaku pada 16 Maret 2020 dan diperpanjang kembali hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Baca juga:  BI Laporkan Likuiditas Perekonomian Alami Peningkatan

Kebijakan tersebut khususnya stay at home memerlukan kesiapan teknis dan logistik sehingga munculah motif transaksi dalam memegang uang kertas. “Meskipun transaksi digital sudah meluas, tapi sebagian masyarakat masih merasa bahwa mereka lebih mudah melakukan transaksi dengan uang kertas, khususnya untuk memenuhi kebutuhan logistik sehari-hari,” ungkapnya.

Sehingga ia memperkirakan motif transaksi dan motif berjaga inilah yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan uang pada Maret 2020. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN