DENPASAR, BALIPOST.com – Kumulatif kasus positif COVID-19 di Denpasar per Rabu (8/7) mencapai 750 orang. Rinciannya, masih dirawat sebanyak 417 orang, sembuh 321 orang, dan meninggal 12 orang.
Untuk jenisnya, 685 orang atau sekitar 90an persen merupakan transmisi lokal. Juga terdapat pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) sebanyak 48 orang dan pelaku perjalanan dalam negeri 17 orang.
Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Denpasar, dr. IGA Ngurah Anom, MARS, peningkatan angka kasus di Kota Denpasar memang memberikan rasa khawatir di masyarakat. Namun demikian, masyarakat diminta tidak langsung menyimpukan bahwa penyebaran COVID-19 di Kota Denpasar tidak terkendali.
Hal ini dikarenakan wilayah yang terdapat pasien positif COVID-19 sudah langsung diisolasi oleh Satgas Desa/Kelurahan. Kendati wilayah desa berwarna merah, bukan berarti seluruh wilayahnya terjangkit, melainkan hanya titik tertentu dan sudah langsung di tracing serta diisolasi.
Lebih lanjut dijeaskan, kondisi ini wajar bila hanya melihat angka dan membandingkan angka tersebut dengan wilayah sekitar. Meningkatnya kasus positif secara signifikan merupakan akibat terdeteksinya kasus berkat kebijakan tes swab yang dilakukan secara massif.
Tes secara massif ini berkaitan dengan upaya untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 di Denpasar. “Dengan diketahui siapa yang positif COVID-19, akan diketahui juga siapa-siapa yang (dicurigai) berpotensi akan terkena ataupun menularkan COVID-19 (OTG, ODP, dan PDP) melalui tracking kontak. Jadi langkah yang diambil Pemkot Denpasar dalam menangani COVID-19 sudah benar, yakni melakukan test secara massif dan tracing secara agresif, namun hal ini harus dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat di masyarakat,” jelasnya
Pihaknya menjelaskan bahwa keberhasilan tracking dan kejujuran orang yang positif akan menentukan terkendali atau tidaknya penyebaran COVID-19 di Denpasar. Kasus positif yang diketahui rekam jejaknya akan mempermudah penanganan sehingga penyebarannya dapat dikendalikan demikian pula sebaliknya.
“Terjadinya kasus positif yang tidak diketahui sumbernya, besar kemungkinan dapat terjadi akibat kurang maksimalnya kinerja dalam mentracking yang juga dipengaruhi oleh ketidakjujuran orang yang positif dalam memberikan keterangan, jadi kejujuran masyarakat sangatlah penting,” ujarnya.
Terhadap Kasus positif yang tidak diketahui sumbernya, dr. Anom menegaskan bahwa hal ini perlu mendapat perhatian lebih karena memiliki potensi penyebaran COVID-19 yang tidak dapat dikendalikan. “Kami sarankan jika masih ada kasus positif yang belum ditemukan sumber penyebaranya, agar melaksanakan karantina wilayah, karena sejauh ini karantina wilayah menjadi alternatif terbaik untuk memutuskan kasus dengan kondisi pasien positif yang tidak diketahui sumbernya,” pungkas dr. Anom. (Asmara Putera/balipost)