JAKARTA, BALIPOST.com -Indonesia mulai membidik potensi perdagangan emisi karbon antarnegara atau dikenal sebagai carbon credit. Sebab memiliki 75-80 persen carbon credit dunia dari hutan, mangrove, gambut, rumput laut hingga terumbu karang.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah akan mencanangkan program penanaman kembali (replanting) 600 ribu hektare lahan mangrove dalam tiga tahun ke depan. “Kita punya mangrove yang rusak lebih kurang hampir 1 juta hektare. Target kita dalam tiga tahun ke depan kita akan coba lebih dari 600 ribu hektare kita akan lakukan program ini,” katanya dalam peluncuran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Padat Karya melalui Restorasi Terumbu Karang secara virtual, Rabu (7/10) dikutip dari Kantor Berita Antara.
Menurut Luhut, penanaman kembali lahan mangrove akan memberikan dampak luas carbon credit. Indonesia sendiri, lanjut Luhut, merupakan negara yang menghasilkan banyak emisi karbon.
Potensi tersebut dinilai perlu didorong lagi di masa mendatang. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah menyusun format agar Indonesia bisa “menjual” potensi tersebut dan menambah pemasukan negara.
Pasar atau perdagangan karbon merupakan istilah untuk aktivitas penyaluran dana dari negara penghasil emisi karbon kepada negara dengan potensi sumber daya alam yang mampu menyerap emisi karbon secara alami. Dengan mekanisme tersebut, perusahaan atau pabrik yang mengeluarkan emisi yang akan membeli carbon credit.
Sebagai contoh, pabrik yang mengeluarkan CO2 dapat membeli carbon credit dari petani yang menanam pohon. (kmb/balipost)