DENPASAR, BALIPOST.com – Perilaku memakai masker, menjaga jarak dengan menghindari kerumunan, dan mencuci tangan pakai sabun di air mengalir atau yang lazim disebut 3M rupanya sudah diketahui masyarakat. Sayangnya dalam praktek masih banyak masyarakat yang tidak mempraktekkan sehingga menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Hal ini terungkap dalam talkshow serangkaian “Peluncuran Buku Pedoman Perubahan Perilaku Penanganan COVID-19” di Media Center Satgas COVID-19 Graha BNPB Jakarta yang ditayangkan streaming Jumat (16/10) sore dipantau dari Denpasar.
Menurut Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany selama dirinya memimpin masyarakat di tengah pandemi COVID-19, kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan masih agak rendah. Padahal, ia menilai, itu harusnya menjadi kebutuhan bukan lagi kewajiban karena perintah undang-undang.
“Kalau sudah jadi kebutuhan, ada atau tidak ada polisi dan tentara, masyarakat tetap pakai masker. Bukan karena ada razia masker baru pakai,” ujar Walikota Airin.
Walikota Airin menjelaskan masyarakat sudah tahu 3M dan seperti apa menuju tatanan adaptasi kebiasaan baru. Tapi bagaimana menjalankan pengetahuan tentang protokol kesehatan sebagai kebutuhan dan kebiasaan ini yang perlu dilakukan.
Dan ini, kata Walikota Airin, menjadi tugas besar kita bersama di lapangan agar masyarakat mengubah perilaku dengan terbiasa menerapkan protokol kesehatan. “Ini PR (pekerjaan rumah) di lapangan agar masyarakat bisa terbiasa. Semoga buku yang disusun ini bisa memudahkan masyarakat dalam menerapkan kebiasaan baru ini,” ungkap Walikota Airin.
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Jawa Timur Dr. dr. Joni Wahyuhadi, Sp.BS mengatakan pihaknya melakukan survei selama empat bulan di masa pandemi. Hasilnya pengetahuan masyarakat tentang COVID-19 cukup, perilaku baik, tapi dalam implementasinya tidak selalu baik. Perubahan perilaku terhadap ketaatan protokol kesehatan, kata dr. Joni melalui Zoom, tidak cukup hanya sebatas tahu dan mengerti.
“Maka protokol kesehatan ditegakkan dengan melibatkan polisi dan tentara untuk menggelar operasi yustisi,” kata dr. Joni dari Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan buku ini ditunggu masyarakat sebagai acuan bersama dalam menerapkan perubahan perilaku di masa pandemi. Lilik menjelaskan mulai dari bulan Maret sampai Oktober 2020 ini banyak perubahan yang berbeda-beda sehingga membingungkan masyarakat.
Organisasi-organisasi masyarakat dan sejumlah lembaga membuat buku acuan tersendiri yang pemahamannya agak berbeda. Akibatnya ketika sosialisasi masyarakat menjadi bingung. “Maka buku ini yang kita tunggu-tunggu sebagai acuan kita semua dari Sabang sampai Merauke, termasuk kami di BNPB,” ujar Lilik.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Dr. Sonny Hari B. Harmadi, selaku tim penyusun buku “Pedoman Perubahan Perilaku Penanganan COVID-19”, menceritakan perbedaan persepsi yang muncul saat membahas strategi penanganan bersama tim pakar. Ia membayangkan perbedaan yang sama pun bakal dialami masyarakat.
Guna menghindari itu, Sonny melanjutkan buku pedoman perubahan perilaku ini hadir untuk menyamakan persepsi. “Makanya persepsi kita harus kita samakan, terutama bagi para pengambil kebijakan. Kami berkesimpulan perlu menyusun buku pedoman Perilaku yang baku dan berlaku untuk semua,” ujar Dr. Sonny.
Dr. Sonny menjelaskan secara singkat isi buku saku ini berisi seputar perubahan perilaku. Apa dampaknya dan syaratnya. Buku ini melibatkan para pakar dari berbagai bidang disiplin ilmu seperti pakar kesehatan, sosiolog, antropolog, hingga ahli bahasa.
Lebih lanjut Dr. Sonny menjelaskan keterlibatan ahli bahasa dalam buku ini agar pesan yang disampaikan mudah diterima masyarakat. “Bagaimanapun juga bahasa menjadi penting sebagai media komunikasi karena orang akan paham dengan menggunakan bahasa yang tepat,” jelas Dr. Sonny. (Diah Dewi/balipost)