Warga di Jembrana menanam porang di lahan miliknya. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Porang menjadi salah satu jenis tanaman yang diminati masyarakat Jembrana. Tanaman yang mudah tumbuh ini, kini menjadi salah satu tanaman andalan dari Jembrana.

Sejumlah petani kebun, banyak yang memanfaatkan lahan tidur untuk tanaman umbi itu. Beberapa juga sengaja menanam di bawah tanaman lain.

Dari data Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, seratusan hektare lahan rakyat menjadi budidaya Porang. Seperti di Melaya, Ekasari, Manistutu, Negara hingga Gumbrih, Pekutatan.

Baca juga:  Jelang Galungan, Harga Cabai di Bangli Dipasarkan Rp 80 Ribu Per Kilo

Termasuk di Asahduren, tanaman ini menjadi primadona. Bahkan para petani di Asahduren, Pekutatan mampu mengirim atau menjual bibit hingga ke luar Bali.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama, Selasa (12/10) mengatakan tanaman Porang sejak dua tahun belakangan banyak ditanam para pemilik kebun.

Khususnya di lahan perkebunan di sisi utara (perbukitan). Dan sebagian besar merupakan usaha mandiri masyarakat. “Ada beberapa investor yang bekerjasama dengan masyarakat. Kami dari Dinas mendorong agar pengelolaan nantinya dari hulu sampai hilir. Mulai pembibitan sampai penjualan hasil panen,” kata Sutama.

Baca juga:  HUT Kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Jembrana Tahun ke IV Periode II, Prioritaskan Pembangunan

Secara umum, pihaknya belum berkecimpung langsung dengan memberikan bantuan ke para petani. Namun, saat ini, mulai melakukan uji coba dengan membuat demplot (demonstrasi plot) Porang di Gumbrih seluas 1 hektare. Titik lokasinya demplot ini juga terpisah tidak jadi satu lahan.

Sebelum porang dikenal, para petani di Jembrana sudah cukup akrab dengan tanaman tersebut. Bahkan tumbuh dengan sendirinya di sela-sela kebun dan dianggap tidak bermanfaat.

Baca juga:  Vital, Peran Humas Jembatani Komunikasi Pemerintah dengan Masyarakat

Namun, begitu tanaman ini diketahui memiliki nilai ekonomis, banyak yang mulai membudidayakan. “Biasanya kita sebut kula-kula. Pertumbuhannya cukup unik, besarnya batang tanaman tidak menjamin kalau umbinya itu juga besar. Dan biasanya di bagian atas layu sendiri, tapi nanti (tanaman) tumbuh lagi,” ujar IB Wasa (50) salah seorang petani di Batuagung, Jembrana, Bali belum lama ini. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN