Tangkapan layar Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono (kanan) bersama juru bicara bahasa isyarat (kiri) dalam webinar Urgensi Percepatan Vaksinasi Kelompok Rentan, Antisipasi Gelombang Ketiga COVID-19 yang diikuti di Jakarta, Rabu (13/11). (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Meski pandemi COVID-19 di Indonesia sudah terkendali, namun risiko terjadinya kenaikan kasus aktif COVID-19 masih tinggi. Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan hal tersebut, Rabu (13/10).

“Jadi, dengan angka reproduktif di bawah satu itu, Indonesia akan bisa mengendalikan pandemi. Masalahnya adalah kemungkinan terjadi lonjakan (kasus COVID-19),” kata Pandu dalam webinar Urgensi Percepatan Vaksinasi Kelompok Rentan, Antisipasi Gelombang Ketiga COVID-19 yang diikuti di Jakarta, dikutip dari Kantor Berita Antara.

Berdasarkan data yang ia miliki, tingkat reproduksi COVID-19 di Tanah Air per 6 Oktober 2021 mencapai 0,96 persen. Setelah mengalami penurunan dari 16 September 2021, yang sebelumnya sebesar 0,98 persen.

Menurut Pandu, penurunan tingkat reproduksi COVID-19 itu merupakan hasil dari masyarakat tertib melakukan vaksinasi COVID-19 yang digencarkan. Meskipun Indonesia telah mengalami penurunan dalam angka kematian dan kasus aktif, tren penurunan itu bisa saja bersifat sementara.

Baca juga:  Korban Jiwa COVID-19 Harian Nihil, Bali Laporkan Kasus Baru di Atas 90 Orang

Dalam hal ini, lanjutnya, pemerintah seringkali lupa memberi teladan dan mengedukasi masyarakat akan bahaya penularan COVID-19 dan konsisten menerapkan protokol kesehatan, serta masyarakat yang terlalu euforia melihat situasi saat ini.

Ia menegaskan apabila semua pihak tidak konsisten dalam menjalankan aturan yang dibuat, ada kemungkinan masuknya varian baru yang berpotensi lebih ganas dari varian Delta, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Pandu mengatakan peningkatan kasus dikhawatirkan akan terjadi pada saat liburan Hari Natal dan Tahun Baru, sehingga pemerintah perlu benar-benar menetapkan kebijakan yang diambil terkait dengan mobilisasi yang dapat menimbulkan tingkat penularan tersebut.

Baca juga:  Dirut BRI Beberkan Alasan Tak Buru-buru Beralih ke "Fully Digital Banking"

Untuk dapat menghindari terjadinya lonjakan kasus aktif, Pandu menyarankan agar masyarakat tetap mengikuti vaksinasi tanpa membeda-bedakan merek, karena vaksin terbukti efektif dapat melindungi diri dari bahaya COVID-19. “Kalau tidak efektif, akan banyak kematian terjadi. Jadi, kita membuktikan bahwa vaksin cukup memberikan perlindungan. Jangan ragu-ragu ingin (merek) vaksin yang lain,” ujar dia.

Ia meminta masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, bersedia untuk ditesting dan tidak menyembunyikan status diri apabila terbukti positif COVID-19.

Selanjutnya, untuk pemerintah, dia menyarankan agar memperkuat surveillance pada genom sequencing dan memperkuat sistem karantina yang diberlakukan bagi seluruh pendatang, baik warga negara Indonesia maupun warga asing yang masuk kembali ke Indonesia tanpa adanya diskriminasi negara.

Baca juga:  Kapolres Badung Beri "Warning" Penolak Tracing dan Vaksinasi

Selain itu, untuk kegiatan vaksinasi, pemerintah harus mampu menjangkau masyarakat di daerah terpencil atau kumuh dan meningkatkan sifat leadership para pemerintah daerah untuk memimpin masyarakat agar bersedia untuk divaksin.

Pandu juga menyarankan agar pemerintah memperketat pintu masuk, memperluas aplikasi verifikasi dan verifikator untuk mendeteksi orang yang diisolasi mandiri, karena masih ditemukan orang yang positif COVID-19 berkerumun di masyarakat.

Ia mengatakan dengan menerapkan aturan-aturan dengan konsisten dan terkoordinasi dapat mencegah terjadinya lonjakan kasus di Tanah Air. “Kalau kita menggunakan cara-cara ini dengan konsisten, terkoordinasi dan dievaluasi, kita bisa mencegah lonjakan gelombang ketiga yang sangat tinggi. Kalau lonjakan kecil mungkin terjadi,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN