Pedagang bermobil berjualan di pinggir jalan. (BP/eka)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Dengan dibukanya pariwisata internasional ke Bali pada Kamis (14/10), perwajahan Bali menjadi fokus Satpol PP Provinsi Bali. Gelandangan dan pengemis (gepeng), serta pedagang bermobil mulai ditertibkan lagi.

“Kita ingin dengan dibukanya pariwisata internasional ke Bali, wajah Pulau Bali menampilkan kondisi sesungguhnya dan pesonanya. Yaitu bersih, indah tertib, tenteram, dan nyaman untuk dikunjungi sebagai destinasi wisata,” kata Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Selasa (12/10).

Dipaparkannya, penertiban masalah sosial tersebut dilakukan dengan cara bersinergi dengan Satpol PP kabupaten/kota. Dari penertiban yang selama ini dilakukan, jumlah temuan gepeng cenderung mengalami peningkatan di masa pandemi.

Baca juga:  NATAS Travel Fair 2018, Kopi Jadi Daya Tarik Promosi

Kebanyakan gepeng tersebut terjaring razia di persimpangan-persimpangan jalan yang terpasang traffic light. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari imbas berkurangnya lapangan pekerjaan, karena sektor pariwisata mandeg.

Namun hal tersebut juga terkadang dijadikan pembenaran atas aktivitas gepeng yang berlangsung lama. “Kebanyakan dari mereka itu merupakan orang yang sudah tidak ada pekerjaan. Namun ada juga pemain lama yang beberapa kali pernah terjaring. Bahkan ada yang mengeksploitasi anaknya dengan menyuruh mereka mengemis,” bebernya.

Sejak pandemi terjadi, pihaknya mengaku mengamati adanya pergeseran fenomena gepeng. Saat ini gepeng ada yang berupa manusia silver, berpakaian adat dan membawa sound system untuk menyanyikan lagu Bali.

Baca juga:  Razia, Dua Gepeng Terjaring

Dari penertiban tersebut, ternyata pelaku bukan hanya orang Bali, melainkan juga yang berasal dari luar. Ketika hal tersebut ditertibkan, kadang mengundang pro dan kontra karena dinilai tidak manusiawi. Padahal budaya semacam itu tidak ada di Bali dan penertiban itu dilakukan atas dasar peraturan yang berlaku.

Diakuinya, upaya penanganan gepeng memang bukanlah hal yang mudah. Selain terkendala daya tampung tempat penanganan sementara, pelaku juga sulit dibina. Ketika mereka dikenakan denda berupa uang yang memberatkan, hal itu sulit mereka penuhi. Sedangkan ketika mereka dipulangkan ke daerah asal, mereka justru cenderung kembali datang melakukan hal yang sama. “Dominan mereka berasal dari Karangasem Desa Munti Gunung,” katanya.

Baca juga:  Kemenpar Gelar Tiga Konser Cross Border di Perbatasan Atambua

Ketika diserahterimakan kepada desa asal setempat, pihaknya mengaku sudah mengimbau agar perangkat desa ikut memonitor warganya yang dipulangkan karena menggepeng. Namun perangkat desa setempat juga cukup kesulitan mengatensi, karena mereka kembali ke kota dengan alasan mencari kerja. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN