DENPASAR, BALIPOST.com – I Gede Agung Pasrisak Juliawan (38), Perbekel Tianyar Barat, Karangasem, menangis saat diperiksa sebagai terdakwa, Kamis (14/10). Jaksa penuntut umum (JPU) M. Matulessy dan Dewa Semara Putra dkk., menyidangkan perkara bedah rumah dengan agenda pemeriksan saksi mahkota sekaligus pemeriksaan terdakwa.
Terdakwa Pasrisak mengaku bersalah atas perbuatannya dalam proyek bedah rumah bantuan PHR Kabupaten Badung yang nilainya Rp 20 miliar lebih. Namun yang masih menjadi misteri adalah kerugian negara Rp 4.513.806.100.
Majelis hakim pimpinan Heriyanti dan hakim anggota Miptahul berusaha mengejar dana selisih Rp 4,5 miliar tersebut dari proyek yang sudah selesai. Namun dalam persidangan tidak terungkap di mana dana selisih tersebut.
Bahkan hakim minta beberapa kali terdakwa jujur, namun terdakwa mengatakan sudah habis digunakan membangun 405 unit rumah bedah rumah. Akhirnya, hakim dan jaksa mengejar soal rekening penampungan atas nama terdakwa I Gede Tangun dan I Ketut Putrayasa. Namun lagi-lagi dikatakan bahwa dana rekening di saldo tersebut sudah habis ditarik.
Lucunya, 405 penerima bantuan bedah rumah yang dibuatkan rekening, juga tidak ada pernah melihat dana bantuan tersebut. Sebab dikelola terdakwa dengan bantuan terdakwa I Gede Sukadana (Kaur Keuangan), I Gede Sujana, I Gede Tangun dan I Ketut Putrayasa.
Namun terdakwa mengatakan dana di rekening penampung saldonya sudah nol. Jaksa dan hakim kemudian menelisik rekening penampung tersebut, kok bisa ada rekening penampung?
Terdakwa Tangun dan Putrayasa mengatakan dipinjam atau diminta oleh terdakwa Agung Pasrisak dan juga dimintakan KTP. Sedangkan versi Pasrisak, pembuatan rekening penampung atas perintah pihak bank. Dari sanalah muncul jawaban adanya rahasia bank soal rekening koran. Namun hakim mengatakan ada pengecualian.
Sebelum masuk pada rekening penampung Agung Pasrisak Juliawan menceritakan ikhwal dia bertemu Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta. Kata dia di Pengadilan Tipikor Denpasar, awalnya selaku Kepala Desa Tianyar Barat, dia mengajukan proposal ke Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali. “Namun saat proposal dibawa ke Pemprov, dijelaskan bahwa tidak lagi ada dana bedah rumah karena dialihkan ke adat,” tutur Agung Pasrisak depan persidangan di Tipikor.
Karena tidak ada di Pemprov Bali, ada yang memberikan petunjuk untuk diajukan ke Pemda Badung. “Terus saya temui Bupati Pak Giri mengajukan permohonan bedah rumah,” lanjut dia.
Hingga akhirnya, kata saksi sekaligus terdakwa itu, Bupati Giri Prasta menyetujui.
Apakah saat itu langsung proposal? Pasrisak mengatakan tidak. Namun setelah permohonan disetujui, baru dia membawa proposal ke Giri Prasta. “Ketemu dulu sama Pak Giri. Setelah permohonan disetujui, baru diminta membawa proposal untuk bedah rumah,” katanya.
Darimana tahu proposal disetujui? Tanya jaksa. “Pak Giri menghubungi saya. Saya juga tunggu di rumah dinas,” katanya. (Miasa/balipost)