Bupati Mahayastra (kanan) melakukan mediasi kasus sertifikat tanah Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Sabtu (16/10). (BP/kup)

GIANYAR, BALIPOST.com – Ketegangan antara Prajuru Desa Adat Jero Kuta Pejeng dengan 70 warga setempat yang keberatan semakin mencair. Kondisi ini terjadi setelah Bupati Gianyar, Made Mahayastra, memanggil kedua belah pihak Sabtu (16/10).

Pertemuan tertutup dalam dua sesi ini dihadiri Ketua DPRD Gianyar, Sekda Kabupaten Gianyar, dan Kepala Kesbanglimaspol Kabupaten Gianyar. Kedua belah pihak sepakat berdamai.

Bupati Mahayastra setelah pertemuan menyampaikan telah mengundang kedua belah pihak dalam kasus sertifikat tanah tebe Desa Adat Jero Kuta Pejeng. Pertemuan sesi pertama dengan seluruh Prajuru Desa Adat Jero Kuta Pejeng dan pertemuan kedua dengan perwakilan 70 warga Desa Jero Kuta Pejeng yang terkena sanksi akibat pensertifikatan tanah tebe.

Baca juga:  Bupati Mahayastra akan Tambah Sekolah Berbasis Hindu

Ia menjelaskan dari pertemuan, kedua belah pihak sepakat mengakhiri kasus pensertifikatan tanah tebe tersebut. “Kedua belah pihak menyadari dan malu dihadapan masyarakat luar karena berpolemik permasalahan sertifikat tanah tersebut,” ucapnya.

Pejabat asal Desa Melinggih, Payangan ini meminta kedua belah pihak saling mengalah. Mereka setuju melaksanakan konsep dinolkan. Ini artinya tanah PKD disertifikatkan atas nama desa adat sementara tanah tebe dinolkan dan sementara tidak boleh disertifikatkan dulu atas nama masyarakat maupun desa adat.

Baca juga:  Pansus LKPJ Minta Bupati Gianyar Jaga Stabilitas Fiskal Daerah

“Intinya sanksi terhadap warga yang keberatan ditarik, laporan terhadap bendesa dicabut,” jelasnya.

Ia memastikan secepatnya kedua belah pihak akan mengajukan draf kesepakatan damai. Itu bagian kesepakatan damai sebagai tindak lanjut hasil mediasi dan penyelesaian kasus pensertifikatakan tanah tebe Desa Adat Jero Kuta Pejeng. (Wirnaya/balipost)

BAGIKAN