Petugas kesehatan memberikan suntikan vaksin Sinovac pada warga. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Memasuki November dan Desember, terdapat kemungkinan menurunnya imunitas warga yang mendapatkan vaksinasi pada awal tahun yang mayoritas menerima vaksin Sinovac. Sebab, dari berbagai hasil studi, respons imunitas vaksin Sinovac mengalami penurunan dalam 6 bulan.

Menurut penelitian, antibodi yang dihasilkan oleh jenis vaksin ini akan mengalami penurunan dalam waktu 6 bulan. Penurunan antibodi kebanyakan terjadi setelah dosis kedua vaksin COVID-19.

Vaksin corona bekerja dengan cara “merangsang” pembentukan antibodi tubuh yang menyerupai virus corona. Antibodi inilah yang nantinya akan berperan dalam mencegah gejala penyakit akibat infeksi virus.

Karena itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Suprapto mengatakan kegiatan masyarakat selama Natal dan Tahun Baru (Nataru) harus disertai disiplin Prokes dan kehati-hatian. “Virus ini menguji endurance (ketahanan) kita semua untuk tetap disiplin Prokes, serta bersama-sama mendorong upaya 3T,” ujar Agus.

Ia menyebutkan meski secara umum penyebaran dan penanganan terkendali, pemerintah masih terus berupaya menurunkan kasus COVID-19 di seluruh pelosok. Ancaman virus yang dirasa masih akan terjadi beberapa waktu ke depan, menjadikan berbagai strategi dilakukan dengan matang.

Baca juga:  Akses Jalan Ababi-Budakeling Jebol

Memasuki masa transisi COVID-19 dari pandemi menjadi endemi, pemerintah dikatakannya menguatkan upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari hulu ke hilir. Percepatan vaksinasi, tetap menjaga disiplin protokol kesehatan (Prokes), penguatan testing, tracing, treatment (3T), serta pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat secara luas, terus digencarkan.

Ia menjelaskan terdapat tiga tahapan pandemi COVID-19 menuju endemi. Pada tahap persiapan, upaya preventif dikatakannya harus dikuatkan. Misalnya perilaku Prokes yang sudah melekat atau tertanam (embed), vaksinasi lebih dari 70 persen, serta penggencaran 3T oleh petugas-petugas yang kompeten.

Kemudian tahap transisi, di mana jumlah kasus terkendali dan angka kematian dapat ditekan. “Pada tahap ini, kehidupan kita masuk grey area (area abu-abu, tidak pasti), semua demi menjaga Prokes dan hidup berdampingan dengan COVID-19,” ujar Agus, saat Dialog Produktif yang digelar KPCPEN disiarkan kanal YouTube FMB9ID_IKP, Selasa (20/10).

Ketiga, lanjutnya, adalah tahap endemi. Tahap endemi adalah setelah semua terkontrol dan harapannya, semua jadi lebih baik. Endemi, menurutnya, tidak hanya untuk Indonesia, namun juga dunia internasional.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali Tembus 1.500 Orang!

Ia mengatakan, dengan persiapan dan transisi yang baik, maka dapat bersama-sama dan serentak menuju ke tahap tersebut. Agus optimis, bila angka kasus semakin turun, tidak terjadi gelombang ketiga pada akhir tahun, serta situasi tetap terkendali seperti saat ini, tahun depan ekonomi dapat pulih dan tumbuh di atas 5 persem. “Saat ini, kita harus terus bangun suasana optimis,” tegasnya.

Harus Selalu Diingatkan

Tidak dapat dipungkiri, masyarakat memang harus selalu diingatkan bahwa meski telah melandai, tapi pandemi belum selesai. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat, bukan berarti ada pelonggaran pada Prokes. Hal ini ditekankan oleh Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas
COVID-19 Alexander Ginting.

Ia juga menegaskan, cakupan vaksinasi harus terus dikejar sebelum libur akhir tahun, agar jangan sampai ada kelompok rentan yang tertinggal upaya vaksinasi. Selain itu, penertiban mobilitas baik dalam negeri maupun yang dari luar negeri, penguatan peran
pemerintah daerah hingga desa dan kelurahan, serta penggunaan aplikasi digital untuk filtrasi; harus dilakukan secara terintegrasi guna mempertahankan pencapaian yang telah didapatkan,

Baca juga:  Empat Hari Berturut-turut, Kabupaten Ini Jadi Penyumbang Kasus COVID-19 Harian Terbanyak

“Ini jadi tugas bersama. Masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek melainkan subyek yang harus berjuang bersama. Jadi ini adalah perjuangan semesta melawan bencana biologis berupa virus,” papar Alexander.

Menurutnya, sebagai upaya mengendalikan pandemi menjadi endemi, terdapat 2 gerakan yang
dapat dilakukan. Gerakan defensif berupa ikhtiar menurunkan laju penularan, serta gerakan ofensif
yakni meningkatkan kapasitas respon melalui penguatan 3T.

Untuk itu, gerakan maskerisasi agar masyarakat terus memakai masker dengan benar, harus tetap digaungkan dan tidak boleh berhenti. Campaign Director Gerakan Pakai Masker, Fardila Rachmilliza juga menegaskan hal yang sama. “Masyarakat harus terus diingatkan untuk memakai masker meskipun sudah divaksin, apalagi yang belum. Kita ingatkan fakta, bahwa disiplin memakai masker menurunkan risiko penularan hingga 80% dan vaksinasi lengkap bisa menurunkan risiko kematian 73%,” jelas Dilla.

Menurutnya, memakai masker sama seperti memakai baju sehingga harus selalu dikenakan saat bertemu orang lain. “Penurunan level PPKM yang membuka pelonggaran ini harus diiringi Prokes ketat, kalau perlu, lakukan tes swab antigen sebelum berkumpul,” kata Dilla. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN