Rumah warga mengalami kerusakan akibat gempa, Sabtu (16/10). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gempa bermagnitudo 4,8 yang terjadi Sabtu (16/10) menyebabkan banyak kerusakan di 2 kabupaten di Bali. Yaitu di Karangasem yang merupakan pusat gempa daratan itu dan Bangli.

Dari rekap data BPBD Bali, total kerugian akibat gempa itu mencapai Rp 66,942 miliar. Kerugian itu mencakup ribuan bangunan rusak, 3 orang meninggal, dan seratusan korban luka-luka di Karangasem dan Bangli.

Dampak yang ditimbulkan akibat gempa dengan magnitudo di bawah 5 itu tak diduga demikian besar. Menurut Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Dr. Daryono, S.Si., M.Si., hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Yaitu, faktor amplifikasi guncangan oleh endapan tanah lunak dan faktor bangunan yang tidak memperhatikan kaidah bangunan standar tahan gempa.

Lebih jauh, Daryono menyampaikan bahwa masyarakat perlu memperhatikan potensi bahaya ikutan (collateral hazards) dari gempa sehingga permukiman yang saat ini sudah ada perlu melihat kembali aspek geologi lingkungan berbasis risiko gempa. “Masyarakat diharapkan tidak membangun rumah di bawah lereng bukit terjal karena rawan terjadi longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rockfall) saat gempa,” ujarnya dalam keterangan pers BNPB.

Baca juga:  Indonesia dan Tiongkok, Sahabat dalam Perjuangan Tanggulangi Kemiskinan

Dari catatan sejarah yang ada, ia menyampaikan bahwa gempa darat di utara-timur dan utara-barat Bali pada tahun 1815, 1917 dan 1976 selalu diikuti oleh longsoran yang memakan korban jiwa tidak sedikit. “Gempa Bali tanggal 21 Januari 1917 itu menimbulkan longsoran yang menyebabkan korban jiwa hingga 80 persen dari total korban yang saat itu berjumlah sekitar 1,500 orang,” ujar Daryono.

Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Ir. Agus Budiyanto menambahkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa gerakan tanah paska gempa terjadi di kawasan alur lembah sungai dan tebing terjal. Kawasan longsor di Trunyan merupakan kawasan yang memang memiliki potensi gerakan tanah yang tinggi sesuai dengan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Bulan Oktober yang dikeluarkan oleh Badan Geologi.

Baca juga:  Karangasem Diguncang Gempa, Warga Berhamburan Keluar Rumah

“Dilihat dari letak topografinya, Desa Trunyan termasuk berada di lerang terjal, hal ini dapat memicu terjadinya pergerakan tanah apabila terjadi curah hujan yang tinggi apalagi jika terjadi gempa,” kata Agus.

Selanjutnya, untuk antisipasi ke depan, Agus menyarankan agar dipasang tanda peringatan di kawasan rawan longsor, dan menyiapkan jalur evakuasi ketika terjadi longsor. Selain itu, penting untuk diingatkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah agar tidak mengembangkan permukiman mendekati tebing kaldera dan mulut alur sungai.

Tahan Gempa

Guru Besar Universitas Andalas Prof. Dr. Eng. Fauzan, S.T., M.Sc.Eng. menekankan perhatian terbesar untuk mitigasi harus diarahkan agar bangunan yang sudah ada bisa diperkuat agar tahan gempa. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan dengan melakukan perkuatan rumah masyarakat menggunakan “Ferrocement Layer”. Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan kawat anyam yang dilapisi semen mortar ke dinding rumah.

“Salah satu mitigasi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan perkuatan rumah masyarakat menggunakan “Ferrocement Layer” dengan menambahkan kawat anyam yang dilapisi dengan semen mortar,” ujar Fauzan.

Baca juga:  Bersihkan Material Rumah Tertimbun Longsor di Trunyan, Dua Alat Berat Dikerahkan

Fauzan menambahkan, metode ini mampu menambahkan kekuatan pada bangunan rumah tinggal hingga sepuluh kali lipat. Bangunan dengan menggunakan kawat anyam ini juga tergolong mudah dikerjakan dengan biaya terjangkau. “Dengan metode ini, bisa menambah kekuatan bangunan sepuluh kali lipat dari sebelumnya, tentu dengan menggunakan kawat anyam ini tergolong murah, simpel dan mudah dikerjakan,” jelas Fauzan.

Metode perkuatan bangunan menggunakan kawat anyam ini sudah diujicobakan di Laboratorium National Research Institute for Earth Science, Jepang. Hasilnya sangat menjanjikan diimplementasikan berbasis masyarakat.

Fauzan mengatakan bahwa keunggulan utama metode ini adalah bahan baku yang bisa dengan mudah diperoleh di seluruh daerah. Selain itu, biaya pengerjaan yang relatif murah (hanya 10% – 30% dari biaya dengan metode lain) dan sangat mudah dilakukan oleh siapapun.

BAGIKAN