Petugas menggunakan vaksin AstraZeneca untuk vaksinasi massal di Sanur. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Kesehatan pada tahun depan akan memberikan suntikan dosis ketiga (booster) vaksin COVID-19. Hal ini diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers terkait Evaluasi Program PC-PEN dan Optimalisasi Anggaran, Selasa (26/10) dipantau di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Ia mengatakan terkait hal itu, saat ini booster sedang dikaji oleh lembaga penelitian bekerja sama dengan ITAGI (Indonesia Technical Advisory Group on Immunization) untuk melihat kombinasi mana yang paling baik. “Antara Sinovac, Sinonovac, boosternya Sinovac atau Sinonovac, Sinovac dan AstraZeneca atau Sinovac, Sinovac dan Pfizer. Demikian juga dengan AstraZeneca, AstraZeneca dan AstraZeneca atau (vaksin booster) yang ketiga Sinovac dan Pfizer,” katanya.

Ia mengharapkan di akhir tahun penelitian ini bisa selesai sehingga bisa diambil kebijakan ke depannya. Disebutkannya sesuai dengan negara-negara yang sudah memberikan booster dan saran dari WHO, ada sejumlah kategori masyarakat yang akan memperolehnya.

“Sesuai dengan saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), booster ini akan diberikan ke kalangan masyarakat yang berisiko tinggi dan yang juga mengalami defisiensi imunitas,” katanya.

Baca juga:  Secara Daring, Putri Suastini Koster Hadiri Pelantikan Ketua TP PKK Sulut dan Kalimantan Utara

Yang berisiko tinggi adalah tenaga kesehatan dan lansia. Untuk nakes sudah jalan. Sedangkan, kategori defisiensi imunitas, seperti penderita HIV dan kanker.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan rencana pemberian vaksin untuk anak-anak. Sudah ada 3 vaksin yang melakukan uji klinis, yaitu Sinovac, Sinopharm, dan Pfizer. “Diharapkan hingga akhir tahun sudah bisa keluar ketiganya untuk emergency use of authorization-nya. Kita sekarang bekerja sama dengan BPOM juga untuk memastikan kita bisa mengeluarkan sesegera mungkin sesudah di negara asalnya ketiga vaksin tersebut bisa digunakan untuk anak-anak usia 5 sampai 11 tahun,” kata Menkes.

Jika sudah dikeluarkan EUA-nya, rencananya vaksinasi untuk anak-anak dengan rentang usia tersebut dilakukan di awal tahun depan.

Tak Boleh Lengah

Dalam kesempatan itu, Budi mengatakan kasus di Indonesia saat ini sudah rendah. Tapi, masyarakat tidak boleh lengah karena akan menghadapi libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Sebab, kata Menkes, secara historikal libur panjang selalu terjadi kenaikan. Ia meminta agar jangan terjadi euforia berlebihan dan tetap waspada karena negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi, seperti Israel, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat, tetap mengalami peningkatan kasus.

Baca juga:  Kasus COVID-19 di Bali Terus Meningkat, Ini Kata Menko Luhut Soal Pariwisata

“Nah, itu yang harus kita waspadai agar jangan terburu-buru kita melakukan pelonggaran yang berlebihan sehingga nantinya bisa membuat adanya lonjakan kasus yang mengakibatkan kita harus melakukan pengereman dari aktivitas ekonomi,” kata Menkes, dipantau dari Denpasar.

Terkait pelonggaran aktivitas, Epidemiolog dan Peneliti Senior Kamaluddin Latief dalam kesempatan terpisah mengatakan kebijakan pemerintah yang memberlakukan mewajibkan tes PCR dalam penerbangan domestik adalah langkah tepat. Syarat ini dibutuhkan sebagai bagian dari proses screening dalam upaya pengendalian pandemi.

“Kebijakan wajib tes PCR untuk penerbangan domestik di wilayah Jawa-Bali (PPKM Level 4-1) dan luar Jawa-Bali (PPKM Level 4-3) adalah keharusan dan dibutuhkan. Jika mengacu kepada test COVID-19,
maka gold standard-nya adalah PCR. Hal ini yang harus dipahami oleh semua pihak,” ujar Kamal dalam rilisnya.

Dengan ancaman lonjakan kasus gelombang ke-3 dan munculnya beberapa varian baru di luar negeri,
menurutnya pelonggaran mobilitas, harus diiringi dengan penguatan upaya screening. Kebutuhan
peningkatan screening ini juga semakin penting karena Indonesia adalah negara kepulauan.

Baca juga:  Sudah Turun ke Dua Digit, Tambahan Kasus COVID-19 Bali

Namun, dia mengingatkan, kebijakan seperti ini juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tracing dan sistem kekarantinaan. Menurutnya, karantina serta protokol kesehatan harus tetap dilakukan dengan ketat dan konsisten. “Sanksi terhadap pelanggar juga harus dijalankan. Intinya, kita berupaya agar bisa membuat sistem yang mendekati ideal sesuai kapasitas optimal yang bisa kita lakukan,” tegasnya.

Kamal berpendapat, walaupun positivity rate di Indonesia melandai, masyarakat Indonesia tidak boleh
lengah dan mengendurkan kewaspadaan. Lonjakan kasus yang meningkat tajam pada periode Juni-Juli
2021 harus selalu menjadi pengingat dan pelajaran bagi semua pihak bahwa ancaman COVID-19 selalu
ada dan harus diwaspadai.

“Selain itu, kita juga harus belajar dari Singapura, Inggris dan Taiwan, yang memiliki kendali sistem,
test dan vaksinasi relatif baik, pada akhirnya tetap kembali mengalami lonjakan kasus. Kita harus
belajar dari pengalaman seperti ini,” imbuhnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN