Sejumlah siswa SMP mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas sudah hampir sebulan ini diimplementasikan di berbagai wilayah yang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) nya ada di level 3 hingga 1. Seiring dengan PTM ini, adaptasi kebiasaan baru perlu dibumikan di lingkungan sekolah, terutama siswa, sehingga tidak menimbulkan kluster penyebaran COVID-19.

Direktur Sekolah Dasar, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Sri Wahyuningsih, Dialog Produktif “Adaptasi Anak Demi Sukses Pendidikan Tatap Muka, Selasa (26/10), disiarkan kanal YouTube FMB9ID_IKP, mengatakan dalam pelaksanaanya, keselamatan tetap menjadi prioritas utama. Selain kesiapan satuan pendidikan dan tenaga pendidik, adaptasi siswa dengan kebiasaan baru di sekolah pun, menjadi perhatian.

“Tentunya, izin dari orangtua murid juga sangat mempengaruhi kelancaran PTM terbatas ini,” kata Sri.

Guna mengoptimalkan keselamatan dan keamanan, menurutnya, banyak hal yang harus diperhatikan. Seperti penerapan protokol kesehatan (Prokes) bagi setiap insan pendidikan, kesiapan satuan pendidikan mengikuti aturan sesuai SKB 4 Menteri, dukungan dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) setempat dalam pelaksanaan testing, juga pengawasan dari Satgas COVID-19 baik di level sekolah hingga kabupaten/kota.

Baca juga:  Menkopolhukam Dukung Sosialisasi Pers Berwawasan Kebangsaan

Selain itu, upaya sosialisasi dan edukasi terus digencarkan, baik berjenjang maupun melalui media daring dengan menyampaikan contoh-contoh baik dari satuan pendidikan yang telah melaksanakan PTM terbatas.

Bila di satuan pendidikan ditemukan kasus, ujar Sri, sekolah perlu berkoordinasi dengan fasyankes
terdekat untuk tindak lanjut secara medis sesuai standar yang ditentukan. Apabila yang terkonfirmasi lebih dari 5% jumlah peserta didik dan guru, maka sekolah harus menghentikan dulu PTM terbatas, sampai proses 3T (testing, tracing, treatment) selesai dilakukan.

Sementara itu, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara jarak jauh. PTM dapat dibuka kembali setelah tindak lanjut medis tuntas.
“Terpenting adalah bagaimana membangun komitmen bersama untuk menyiapkan sekolah menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak. PTM terbatas hanya 2-3 jam di sekolah. Di luar jam tersebut, anak juga masih perlu contoh baik agar dapat beradaptasi. Tidak mudah karena kita harus melakukan kebiasaan baru untuk tetap waspada dari paparan COVID-19. Perilaku hidup bersih sehat harus ditanamkan dari hal-hal kecil,” tegas Sri.

Baca juga:  Karena Ini, PPKM Jawa dan Bali Tak Efektif

Sementara itu, menurut Psikolog/Pemerhati Anak Seto Mulyadi, dalam pelaksanaan PTM, semua pihak perlu memastikan kesiapan anak menjalankan adaptasi kebiasaan baru. “Siap sarana sekolah harus diiringi dengan siap anak,” tegas pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini.

Hal itu, menurutnya, dapat dilakukan pihak sekolah melalui pemberian simulasi daring untuk pelatihan interaksi anak termasuk dalam menjaga Prokes. Dengan demikian ketika anak datang ke sekolah untuk PTM terbatas, mereka tidak banyak melakukan kesalahan.

Baca juga:  PTM, Antara Kekhawatiran "Learning Loss" dan Kluster COVID-19

Fasilitas daring, kata Kak Seto juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong anak memelihara komunikasi dan bersosialisasi dengan kawan sebaya.
“Manfaatkan daring tidak hanya untuk akademis, tapi juga misalnya untuk tatap muka antar siswa agar anak terus tertarik berkomunikasi dengan teman,” tuturnya.

Kak Seto mengatakan pola semacam ini akan membuat anak lebih semangat saat kembali ke sekolah. Sebab, komunikasi dan interaksi dengan kawan sebaya adalah bagian dari aspek psikososial yang penting dalam pendidikan anak, sehingga harus difasilitasi.

Selain oleh pihak sekolah, ia menyarankan stimulasi semacam ini juga dapat dikoordinasikan di zonasi RT/RW untuk menjaga komunikasi antar anak agar tidak hilang. Kak Seto juga mendorong orang tua untuk aktif mengembangkan diskusi keluarga, saling menjaga, dan menguatkan setiap anggota keluarga. “Dengan demikian, daya resiliensi dan adaptasi terhadap pandemi yang berkepanjangan ini makin kuat,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN