DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam dua bulan lagi, perayaan Natal akan digelar. Perayaan hari besar keagamaan ini perlu diantisipasi mengingat ada kekhawatiran munculnya gelombang ketiga pandemi di Indonesia.
Dalam Dialog Produktif Semangat Rabu “Tetap Sehat Kala Perayaan Hari Besar Keagamaan,” Rabu (27/10), dipantau di kanal YouTube FMB91D_IKP, terungkap bahwa upaya menggelar kegiatan keagamaan di tengah pandemi harus dibarengi dengan kesadaran kolektif taat protokol kesehatan. Para pembicara sepakat bahwa implementasi prokes sebagai ketaatan kolektif bisa mencegah munculnya kluster COVID-19 saat penyelenggaraan hari besar keagamaan dilonggarkan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, M. Fuad Nasar mengatakan pemerintah telah menerbitkan Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Besar Keagamaan Pada Masa Pandemi COVID-19. Hal ini sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan dan memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam merayakan hari besar keagamaan. Implementasi dari pedoman ini diharapkan dapat mencegah risiko penularan saat pelaksanaan kegiatan hari besar keagamaan yang berpotensi menimbulkan mobilitas dan berkumpulnya banyak orang.
Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Besar Keagamaan Pada Masa Pandemi COVID-19 tersebut telah diterbitkan pemerintah melalui Kementerian Agama, tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. 29 tahun 2021, yang diterbitkan pada Kamis, 7 Oktober 2021. Ia menyatakan, selain sosialisasi pedoman dimaksud, pihaknya juga terus melakukan pemantauan kedisiplinan penerapannya di lapangan. “Kami juga membina para penyuluh dari semua agama, yang berperan besar mengajak dan mengedukasi masyarakat agar dapat melaksanakan hari besar keagamaan secara hikmat dan aman, yang menjadi titik tumpu dari surat edaran tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, para tokoh dan pemuka agama di semua lini memiliki kontribusi penting dalam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, sehingga masyarakat dapat mematuhi protokol kesehatan (Prokes) sesuai kondisi daerah masing-masing. Kepatuhan terhadap Prokes saat ibadah, kata Fuad, diharapkan berpengaruh pula terhadap kedisiplinan di luar rumah ibadah, dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal-hal yang tercantum dalam pedoman tersebut, di antaranya tentang penerapan Prokes 3M, anjuran membawa alat ibadah milik pribadi, serta menghindari kontak fisik. Bagi jemaah yang baru kembali dari luar daerah, disarankan tidak beribadah di rumah ibadah. Ditegaskan pula bahwa tidak boleh melakukan pawai atau arak-arakan yang melibatkan banyak orang, dalam peringatan hari besar keagamaan.
Tanggung Jawab Kolektif
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am menyatakan, meski PPKM telah dilonggarkan, perlu kehati-hatian dalam seluruh aktivitas masyarakat, termasuk kegiatan keagamaan. “Apapun jenis kegiatannya, ada tanggung jawab kolektif untuk mencegah potensi penularan, dengan melakukan langkah-langkah disiplin Prokes,” ujar Asrorun.
Tanggung jawab kolektif tersebut, menurutnya, berlaku bagi seluruh lapisan dan elemen, sinergis, kolaboratif, dan setiap pihak diharapkan memahami kompetensi masing-masing bidang. Ia menegaskan, tanggung jawab praktik keagamaan seharusnya seimbang dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jiwa. Karena itu, Prokes dalam menjalankan aktivitas ibadah tidak hanya menjadi tanggung jawab sebagai warga negara, melainkan juga sebagai panggilan keagamaan atas dasar ketaatan.
Potensi penularan pada hari besar keagamaan, menurut Asrorun, bukan pada faktor ibadahnya. Melainkan lebih banyak terjadi pada faktor liburan, rekreasi, kegiatan ke luar ke ruang publik yang mengiringi hari raya keagamaan tersebut. Karena itu, ia menilai upaya mitigasi dan langkah-langkah preventif diperlukan. “Kalau aktivitas keagamaan, rata-rata sudah memahami prokes,” tegasnya.
Kondisi ini pun diamini Sekretaris Eksekutif Bidang KKC Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jimmy Sormin. Ia menjelaskan, rumah-rumah ibadah terus memberikan literasi, panduan, pedoman prokes bagi jemaah. “Gereja juga memiliki satuan tugas untuk mengawal dan memantau pelaksanaan prokes,” katanya.
Saat ini, pihaknya masih mengimbau pelaksanaan ibadah secara virtual karena lebih aman. Ibadah virtual tersebut menjadi semakin masif kala pandemi dan setelah pelonggaran diberlakukan pun, banyak jemaah atau rumah ibadah yang memilih meneruskannya karena lebih nyaman.
Selain itu, ibadah secara virtual terbukti mampu menjangkau lebih banyak jemaah, bahkan yang di luar negeri dapat beribadah dengan yang berada di Indonesia, diselenggarakan oleh rumah-rumah ibadah yang makin fasih dengan teknologi digital. “Jika ingin ibadah luring, harus mematuhi prokes dan berkoordinasi dengan Satgas setempat,” tandas Jimmy.
Belajar dari perayaan Natal tahun sebelumnya, Jimmy meyakini, tahun ini gereja dapat lebih memahami apa yang harus dilakukan. (Diah Dewi/balipost)