Dua warga negara asing sedang melihat Pameran IKM Bali Bangkit Tahap 4 yang digelar di Art Center, Rabu (27/10/2021). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Forum Bali Bangkit mengaku menjadi korban kebijakan yang tak mendukung pemulihan ekonomi Bali. Tumpang-tindih aturan hendaknya segera direvisi sehingga bisa menekan tingginya angka pembatalan kunjungan wisatawan ke Bali.

Forum Bali Bangkit mendatangi kantor DPRD Provinsi Bali pada Selasa (26/10) untuk menyalurkan aspirasi kalangan pariwisata. Adanya tumpang-tindih kebijakan pemerintah pusat terkait dibukanya pariwisata Bali merugikan mereka. Akibat kebijakan yang tumpang-tindih, ribuan tamu batal datang ke Bali.

Perwakilan Forum Bali Bangkit Yoga Iswara mengatakan, forum ini merupakan aliansi 38 asosiasi secara konsisten melakukan gerakan moral sebagai langkah strategis dan teknis untuk mewujudkan bangkitnya pariwisata Bali tanpa didasari atas kepentingan individu, golongan ataupun yang lainnya. Dalam upaya ini, ia telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, sebagai upaya bersama untuk pemulihan pariwisata Bali akibat dampak pandemi.

“Kebijakan pemerintah pusat semestinya sebagai stimulus pemulihan pariwisata dan menggeliatkan ekonomi di Bali, bukan sebaliknya. Kendatipun risiko kesehatan tetap menjadi prioritas utama. Sebagai contoh, Bali yang telah bekerja keras dan berhasil turun ke level 2 dihadiahkan sebuah kebijakan PCR test untuk para wisatawan melalui udara semestinya dilakukan langkah antisipatif dengan penurunan biaya PCR test terlebih dulu sebelum dikeluarkan kebijakan terkait,” ujarnya.

Baca juga:  Ditanya Soal Jasad ABK KRI Nanggala, Ini Kata Pangkormada II

Pemerintah pusat diminta memperhatikan dampak dari kebijakan yang diambil. Sebagai gambaran, berdasarkan data yang dihimpun IHGMA Bali pada 24 Oktober 2021 telah terjadi pembatalan kunjungan mencapai 1.596 room nights.

Jika saja penurunan harga PCR dilakukan terlebih dahulu maka tentunya langkah antisipasi bisa dilakukan untuk mencegah pembatalan kamar. Mengacu pada peraturan Karantina yaitu SK Ka-Satgas No. 15 tahun 2021 tentang 19 negara asing warga negaranya diizinkan datang ke Indonesia menjalankan masa karantina 5 x 24 jam dan tidak diperbolehkan keluar dari kamar atau vila. “Hal ini bisa kita bayangkan bagaimana kondisi tamu yang akan berlibur ke Bali harus tinggal di kamar selama 5 hari. Sedangkan sudah banyak dan terus bertambah negara-negara yang mulai dan akan meninggalkan kewajiban karantina bagi pelaku perjalananan internasional, seperti Thailand dan Maldives,” ungkapnya.

Kendala lainnya adalah terkait regulasi visa, berdasarkan Permenkumham No. 34 tahun 2021, jenis visa yang berlaku untuk memasuki wilayah Indonesia dalam hal ini khususnya Bali adalah visa kunjungan dengan tujuan wisata yang termasuk dalam kategori visa B2111A atau yang biasa disebut Business Essential Visa. Sehingga Free Visa dan Visa On Arrival (VOA) belum berlaku hingga saat ini.

Baca juga:  BPOM Beri Izin Vaksin COVID-19 Ini Digunakan Anak Usia 6-11 Tahun

Permasalahan yang ada pada permohonan Visa B211A cukup rumit dan hanya dapat dilakukan lewat penjamin korporasi sesuai dengan ketentuan dari Imigrasi. Hal ini menjadi kendala bagi calon wisatawan ketika syarat dan ketentuan perjalanan termasuk proses visa yang cukup rumit menyebabkan destinasi Bali menjadi tidak menarik, serta mahal dalam biaya perjalanan.

Menurutnya, masih ada beberapa kebijakan yang dipandang perlu adanya koordinasi sehingga tidak terkesan tumpang-tindih. Untuk itu ada 3 rekomendasi yang menjadi usulan urgensi kepada pemerintah sebagai upaya solusi terbaik yang meliputi, pembatalan aturan Imendagri No. 53 tahun 2021, SE Ka-Satgas No. 21 tahun 2021, SE Kemenhub No. 89 tahun 2021 yang mengharuskan menggunakan tes PCR bagi yang telah vaksin 2 kali, atau penurunan harga PCR dengan penetapan harga Rp 200.000 yang disubsidi Pemerintah untuk penerbangan domestik, dan Rp 300.000 untuk penerbangan International.

Kedua, mengusulkan agar wisatawan mancanegara pada masa karantina 5 hari dapat keluar kamar atau vila dan beraktivitas di dalam hotel, tidak bercampur dengan pelanggan nonkarantina, atau mengusulkan agar karantina di Bali menggunakan pola wilayah (Pulau Bali) sebagai pulau karantina dan dapat memilih tinggal di seluruh hotel yang sudah tersertifikasi CHSE dan seluruh karyawannya telah tervaksinasi.

Baca juga:  Polisi Amankan Pelaku Trek-trekan

Rekomendasi ketiga, membuka kemudahan aplikasi e-visa berbayar khusus untuk tujuan wisata secara perseorangan tanpa harus melalui penjamin korporasi dengan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan atau membuka kembali aplikasi VOA dan Free Visa khususnya untuk negara-negara dengan low risk.

Ia berharap, aspirasi seluruh stakeholders yang diwakilkan oleh Forum Bali Bangkit bisa diterima sebagai pemulihan pariwisata Bali bukan hanya sebagai wacana atau harapan saja, namun benar-benar kebijakan Pemerintah memiliki kebermanfaatan khususnya pada masyarakat Bali. “Sekarang ibaratnya Bali telah dibuka, namun pintunya masih diborgol dan rantai borgolnya berlapis-lapis,” ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Kory, saat menerima Forum Bali Bangkit berjanji akan melakukan analisa terkait rekomendasi yang telah disampaikan berkenaan dengan kebijakan Pemerintah Pusat khususnya kebijakan PCR Test, karantina untuk wisatawan mancanegara dan kebijakan visa bagi wisatawan mancanegara. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN