Iustrasi - Petugas memeriksa kendaraan yang melintas di jalan Raya Waru, Perbatasan Surabaya - Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (12/2/2021). Pemeriksaan dan penyekatan di empat titik perbatasan tersebut sebagai upaya meminimalisir penyebaran COVID-19 saat libur Tahun Baru Imlek 2572 dan libur akhir pekan. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Kebijakan penghapusan cuti bersama pada akhir tahun telah diputuskan pemerintah. Keputusan ini disesalkan Ketua Umum Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Nunung Rusmiati.

Kendati ia memahami kebijakan tersebut diambil untuk melindungi masyarakat dan menghindari gelombang ketiga COVID-19 yang berpotensi terjadi pada libur panjang Natal dan Tahun Baru, namun akhir tahun jadi momentum potensial bergeraknya pasar domestik. “Ini aspirasi para anggota kami juga, kami menyesalkannya dalam arti positif. Kami tahu pemerintah ingin menekan COVID-19, tapi ini sudah dua tahun. Kami paham parameternya, prokes, mari bersama-sama memulihkan pariwisata,” kata Nunung dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (29/10).

Baca juga:  Masih di Atas 5.000, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional

Nunung memastikan industri pariwisata, khususnya agen perjalanan, telah berusaha untuk menerapkan protokol kesehatan ketat, melakukan vaksinasi kepada pekerjanya serta memenuhi standar protokol kesehatan CHSE yang diwajibkan oleh Kemenparekraf.

Menurut dia, penghapusan cuti bersama kontradiktif dengan kepedulian pemerintah untuk segera memulihkan sektor pariwisata. “Yang kami sesalkan kenapa harus dihapus padahal kami sudah berusaha penuhi CHSE, semua divaksin. Tapi kami sangat berterima kasih Presiden sudah concern untuk majukan pariwisata, begitu juga dengan Pak Menteri Sandi (Menparekraf) yang terus mendukung langkah positif,” katanya.

Baca juga:  Kebijakan Pembatasan Kunjungan Wisatawan Karena Tingkat Penyebaran Covid-19

Nunung menilai pemulihan pariwisata perlu dilakukan segera agar perputaran ekonomi bisa terjadi. Ia mengatakan bahkan negara-negara lain telah membuka pariwisata padahal sudah menerapkan lockdown dalam waktu lama.

“Contoh Malaysia, dari awal lockdown, jalan saja. Turki juga begitu, sudah dibuka dari September tahun lalu, jalan saja. Kami paham rem dan gas memang berproses. Tapi mungkin kita bisa mulai pelan-pelan ngegas. Masyarakat juga sudah bosan dengan ini,” ungkap Nunung. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Gianyar Tunda Penerapan Pajak Hiburan 40 Persen
BAGIKAN