DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam menangani pandemi COVID-19 masih berlanjut. Usai rapat terbatas evaluasi PPKM yang dipimpin Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, Senin (1/11) mengatakan ada tren kenaikan kasus di sejumlah kabupaten/kota.
Muhadjir dipantau di kanal YouTube Sekretariat Presiden mengatakan secara nasional angka penularan COVID-19 terjadi penurunan. Tetapi ada 131 kabupaten/kota yang mengalami tren kenaikan. “Di samping itu, ada juga kabupaten/kota yang mengalami penurunan,” ungkapnya tanpa merinci lebih lanjut data kabupaten/kota yang mengalami kenaikan kasus.
Sebelumnya, pada evaluasi mingguan per 25 Oktober 2021, disebutkan ada 105 kabupaten/kota yang mengalami tren kenaikan kasus. Kabupaten/kota itu ada di 30 provinsi dari 34 provinsi seluruh Indonesia. Beberapa provinsi itu di antaranya Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Muhadjir juga menyebutkan untuk mengantisipasi dampak pembelajaran tatap muka (PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Agama akan membuat aplikasi proaktif tracing yang penerapannya terintegrasi dengan PeduliLindungi.
Terkait PTM ini, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan sekolah-sekolah yang menjalankan PTM sudah mulai diawasi secara aktif (active surveilance). “Datanya menunjukkan bahwa memang ada beberapa sekolah yang kena, artinya kasus konfirmasi, tapi jumlahnya relatif sedikit. Apalagi yang kasus konfirmasinya di atas 5 persen, positivity rate by sekolah, datanya kita sudah ada,” ungkap Menkes.
Data ini telah dikoordinasikan pula ke Kemendikbudristek yang nantinya bisa dilihat setiap Satgas Sekolah secara detil. Akses laporan itu juga nantinya akan diberikan ke kabupaten/kota sehingga bisa dilihat hasil surveilance sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya. “Kalau ada lonjakan-lonjakan dini di level kelas tertentu, kita akan tutup kelasnya saja. Kalau sudah menyebar ke sekolah, kita akan tutup 14 hari sekolahnya saja,” paparnya.
Ia mengatakan dengan sistem seperti ini, pandemi bisa dikendalikan dengan tetap beraktivitas secara normal. Karena, pendidikan tatap muka ini sangat penting.
Khusus vaksinasi, lanjutnya, saat ini sudah ada 194 juta penduduk Indonesia memperoleh vaksinasi. “Kita harapkan minggu ini bisa menyentuh 200 juta. Jadi setiap 5 minggu, sekarang kita nambah 50 juta suntikan,” jelasnya.
Rinciannya, vaksinasi dosis 1 mencapai 119 juta orang atau 57 persen. Sedangkan yang sudah lengkap menerima 2 dosis mencapai 73,8 juta orang atau 35 persen. Dengan laju seperti ini, dikatakannya, di akhir tahun cakupan vaksinasi bisa mencapai 290 sampai 300 juta suntikan. Dosis pertama bisa mencapai 168 juta orang (80,9 persen) dan dosis lengkap 123 juta orang (59 persen).
Dalam pertemuan WHO, lanjutnya, diharapkan seluruh negara pada akhir tahun sebaiknya sudah bisa mencapai 40 persen dari dosis kedua. “Jadi perhitungan kami, se-Indonesia bisa 60 persen jadi sudah melampaui target yang diberikan oleh WHO,” imbuhnya.
Menkes juga menginformasikan bahwa stok vaksin sekarang ini ada 252 juta dosis. Sebanyak 241 juta sudah didistribusikan ke provinsi, kabupaten, dan kota.
Dari 241 juta sudah terpakai 194 juta. “Jadi masih ada sekitar 47 juta yang ada di stok provinsi, kabupaten, dan kota. Ini relatif cukup untuk cadangan suntikan sebulan ke depan,” rincinya. (Diah Dewi/balipost)