SEMARAPURA, BALIPOST.com – Para pelaku usaha pariwisata di Kabupaten Klungkung kecewa dengan pemerintah pusat. BPUP (Bantuan Pemerintah bagi Usaha Pariwisata) dari Kemenparektaf RI tak bisa direalisasikan karena terbentur persyaratan yang berat.
Selain itu, kurangnya sinkronisasi data antara pusat dan daerah, juga menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga realisasi BPUP ini terkesan setengah hati, karena sama sekali tak memihak pelaku usaha pariwisata perorangan.
Kekecewaan ini dilontarkan langsung Ketua PHRI Klungkung Wayan Kariana setelah mengetahui persyaratan BPUP berat dan ribet, Rabu (17/11). Menurutnya, data yang diambil oleh Kemenparekraf RI adalah data perusahaan yang sudah berizin dan sudah terdaftar di OSS (Online Single Submission). “Setelah sosialisasi, kami baru tahu ada lagi persyaratan yang harus dipenuhi, seperti NPWP yang berbentuk badan, Akta Pendirian Perusahaan, AD/ART Perusahaan,” katanya.
Melihat persyaratan itu, Kariana mengatakan para pelaku usaha pariwisata di Klungkung jelas tidak bisa memenuhi tiga persyaratan acuan pusat ini. Karena perusahaan pariwisata di Klungkung yang tergabung dalam PHRI Klungkung, lebih banyak yang berbentuk perusahaan perorangan.
‘Kalau bantuan BPUP Kemenparekraf RI direalisasikan dengan persyaratan seperti itu, jelas hanya perusahaan yang berbentuk badan usaha seperti PT maupun CV yang bisa menerimanya,” ujarnya.
Terkait dengan ini, pihaknya mengaku sudah bertemu dan berbicara langsung dengan Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, A.A Gede Putra Wedana. Kalau persoalannya sudah seperti ini, sebaiknya jangan lagi disosialisasikan kepada pelaku usaha pariwisata, sebab justru memantik kekecewaan. “Dispar mengundang pemilik hotel dan restoran untuk sosialisasi. Tentu harapannya agar dapat bantuan. Padahal kenyataannya jika aturannya diimplementasikan di Klungkung, semuanya tidak akan masuk (kriteria),” sorot Kariana.
Menurut Kariana, situasi ini membuktikan tidak sinkronnya data kabupaten dengan pusat. Padahal, sebelumnya saat pelaku usaha pariwisata mengurus izin dan terdaftar di OSS, itu tidak ada yang mensyaratkan bahwa perusahaan perorangan harus memiliki Akta Pendirian dan AD/ART Perusahaan.
Apalagi NPWP yang berbadan hukum. “Karena kami usaha pariwisata pereorangan, ya jelas NPWP kami itu atas nama pribadi. Termasuk rekening dan lainnya jelas pribadi,” tegasnya.
Ia juga kecewa, kenapa pemerintah pusat tidak melihat realitas di lapangan untuk menyalurkan BPUP senilai Rp 4 juta ini. Pusat hanya berpatokan pada perusahan besar.
Ia pun mempertanyakan, bantuan ini sesungguhnya hanya diperuntukkan untuk perusahaan besar saja atau seluruh pelaku usaha pariwisata. Jika demikian, ini terkesan tak adil bagi semua pemilik usaha pariwisata yang terdampak.
Kariana menyarankan, sebaiknya pemerintah pusat tetap mengacu pada data yang sudah tercantum pada OSS. Semua data perusahaan pariwisata sudah terdaftar di sana, karena sudah terdaftar secara online.
Tinggal minta rekening bank dan transfer bantuan. “Bandingkan dengan BPUM yang dulu itu, dugaan saya ada perusahaan fiktif pun bisa dapat bantuan. Foto warung orang lain dipakai, bisa saja dapat bantuan. Sementara BPUP ini ruwet sekali,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Klungkung A.A Gede Putra Wedana, mengakui kondisinya memang seperti itu, berdasarkan juknis dari Kemenparekraf RI. Setiap pelaku usaha pariwisata harus menyampaikan kelengkapan dokumen sesuai persyaratan dan diverifikasi.
Setelah itu, baru bisa diketahui apakah lolos dapat BPUP atau tidak. Pemerintah daerah tak bisa berbuat banyak, karena itu merupakan juknis langsung dari Kemenparekraf. (Bagiarta/balipost)