JAKARTA, BALIPOST.com – Sejumlah negara kini menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Dalam rapat paripurna yang digelar Rabu (17/11), Presiden Joko Widodo sempat menyebutkan sejumlah negara yang kini melonjak kasus hariannya padahal cakupan vaksinasinya sudah tinggi. Yakni Amerika Serikat dengan kasus harian mencapai 70 ribu orang, Inggris sebanyak 39 ribu, Rusia 38 ribu, dan Jerman 30 ribu.
Kondisi ini, menurut Ketua Satuan Tugas COVID-19 PB Ikatan Dokter Indonesia Prof Zubairi Djoerban memperlihatkan bahwa vaksinasi dosis ketiga penting dilakukan. Vaksin booster bisa dilakukan dengan vaksin yang tersedia.
Booster bisa dengan vaksin yang sama di dua dosis sebelumnya atau vaksin yang berbeda. Vaksin booster bisa dilakukan enam bulan setelah vaksin dosis kedua. “Negara-negara yang masyarakatnya sudah banyak disuntik vaksin dua dosis kini mengalami
peningkatan kasus COVID-19, karenanya penting vaksin booster,” ujar Prof Zubairi dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN dengan tema Vaksin Booster
untuk Indonesia Lebih Sehat, Kamis (18/11).
Data vaksinasi COVID-19 hingga 17 November 2021, 132.006.377 warga Indonesia telah disuntik dosis pertama dan 86.279.716 untuk dosis kedua. Sementara untuk dosis ketiga atau booster, sudah 1.197.579 yang menerima suntikan.
Dia mengatakan, saat ini yang menjadi prioritas vaksin booster adalah tenaga kesehatan, pelayan publik, orang yang memiliki komorbid, dan juga kelompok lanjut usia. Prof Zubairi memastikan, vaksin booster aman selayaknya vaksin dosis pertama dan kedua. “Vaksin booster aman buat usia lanjut seperti saya yang sudah hampir 75 tahun, dan memiliki komorbid, saya diabet, darah tinggi dan pernah operasi jantung,” katanya, dalam rilis yang diterima.
Sementara Vaksinolog Dr. dr. Sukamto Koesno menambahkan, ada masa dimana kekebalan yang dirangsang oleh vaksin pada waktu tertentu akan turun. Karenanya perlu diberikan booster dengan harapan antibodi yang telah menurun bisa meningkat kembali. “Pada prinsipnya vaksin yang akan digunakan sebagai booster, sama atau berbeda, yang bisa untuk meningkatkan antibodi,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mengatakan, ada beberapa hal yang membuat vaksin booster penting dilakukan. Yakni, hingga saat ini belum ada vaksin yang memiliki antibodi optimal, kemudian antibodi juga menurun setelah enam bulan divaksin.
Apalagi saat ini muncul berbagai varian baru “Jadi pemberian booster amat penting. Memang prioritas saat ini baru tenaga kesehatan, petugas lain yang juga rentan, dan lansia,” ujarnya.
Melki mengaku bersyukur, Indonesia termasuk negara yang cepat melakukan vaksinasi. Menurutnya, tepat pilihan Presiden Jokowi menjalankan berbagai skema penanganan COVID-19 sekaligus.
Pertama menugaskan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian BUMN untuk bersama-sama mengejar upaya vaksinasi sebagai opsi melawan COVID-19. Dengan begitu vaksinasi bisa dikebut.
Kemudian di aspek pencegahan dulu ada PSBB, kemudian PPKM. Begitu juga dengan dukungan APD, alat kesehatan, obat-obatan, dan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak menghadapi COVID-19. “Ini paralel dikerjakan oleh pemerintah. Kerja keras semua pihak yang membuat Indonesia akhirnya berhasil melewati masa krusial ketika varian delta masuk ke negeri ini. Tentu di antara kerja itu semua kita percaya kekuatan doa dari seluruh komponen di Indonesia,” ujar Melki.
Namun dia mengingatkan, prestasi juga jadi tantangan. Karena harus dipertahankan. Baik aspek deteksi yang harus dikerjakan dengan baik dan memastikan protokol kesehatan tetap dijaga.
Dia meminta semua pihak tidak lengah dan abai. Fasilitas kesehatan saat ini pun tetap harus dipersiapkan dengan baik. “Obat yang dibutuhkan, peralatan, tenaga kesehatan juga tetap harus disupport dengan baik. Vaksinasi tidak boleh dilonggarkan,” ujarnya.
Adapun Kepala Bagian Operasional PT Bio Farma dr. Erwin Setiawan menyebut saat ini stok vaksin 283 juta dosis dan sudah didistribusikan sebanyak 251 juta ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. “Hal ini untuk mengejar target cakupan di seluruh Indonesia,” ujarnya. (kmb/balipost)