TABANAN, BALIPOST.com – Sektor pariwisata Bali yang lumpuh akibat pandemi COVID-19 telah mendorong warga dan pemerintah setempat untuk beralih ke sektor pertanian sebagai alternatif sumber mata pencaharian warga. Bangkitnya ‘Darma Pemaculan’ (sektor pertanian) juga mendapat dukungan petani di kecamatan Baturiti, Tabanan, Selasa (23/11) saat pelatihan kedaulatan pangan di Kantor BPP Baturiti.
Momentum bangkitnya kembali ‘Darma Pemaculan’ di masa pandemi, diawali di Tabanan yang merupakan benteng pangan dan lumbung beras Bali. Mendukung percepatan program pemerintah propinsi Bali dan pemerintah kabupaten Tabanan dalam sektor pertanian tersebut, Yayasan Darma Naradha sejak Oktober telah melakukan roadshow ke kecamatan, mengenalkan sistem pertanian organik plus (biodinamik).
Khusus di Kecamatan Baturiti yang dikenal dengan potensi pariwisatanya, ada tantangan sendiri dalam upaya membangkitkan sektor pertanian. Namun tantangan tersebut tak menyurutkan semangat petani Baturiti ikut mendukung gerakan bangkitnya ‘Darma Pemaculan’ dengan kearifan lokalnya.
Seperti disampaikan Kasi PMD Kecamatan Baturiti, I Putu Wedha Astawa, yang menilai pelatihan ini langkah awal kembali ‘ingat’ dengan pertanian. Ia berharap generasi muda mau menekuni sektor pertanian dengan meningkatkan inovasi dibidang pertanian. Artinya, bisa berjaya di pertanian tanpa mengesampingkan perkembangan yang ada.
“Tahun 2020 kita seakan terbangun dari mimpi indahnya pariwisata, dulu pertanian dianggap tidak ada hasilnya, sehingga banyak yang memilih bekerja jadi pelaku pariwisata, sayangnya pariwisata yang sifatnya menggiurkan dengan menjanjikan hasil yang instan, ternyata rapuh dan tidak bisa sekuat pertanian, ketika dihantam seperti teroris, bencana maupun pandemi COVID seperti saat ini. Saat ini momentum yang pas untuk kembali menguatkan pertanian untuk menjaga ketahanan pangan, apalagi pemerintah juga memiliki program pertanian organik yang tentunya harus bisa diimplemantasikan bersama,” terangnya.
Termasuk, Kecamatan Baturiti yang notabene memiliki kawasan pariwisata, menurut Wedha Astawa, pertanian tidak harus dikorbankan demi pariwisata. Banyak hal-hal yang menjadi alternatif, seperti agro wisata termasuk perkembangan yang ada di pertanian bisa menumbuhkan pariwisata.
Hasil pertanian juga ikut bisa menunjang keberadaan pariwisata. Apalagi saat ini pemerintah tengah mengarah pada pertanian organik yang tentunya hasil komoditi atau produk pangan nantinya bisa menjadi nilai plus wisata agro. “Pertanian tidak harus menjadi korban dari perkembangan pariwisata, saya yakin dua sektor ini bisa mendukung dengan kearifan lokal yang ada. Bahkan pariwisata di Bali saya kira itu juga bisa berkembang karena pertanian. Jika masyarakat ingin mengembalikan pariwisata, ayo kita bangun pertanian. Karena pariwisata yang mengorbankan pertanian itu tidak akan bertahan lama, namun pertanian untuk perkembangan pariwisata tidak akan pernah surut,” ajaknya.
Manfaat pengembangan pertanian dengan sistem organik juga diakui Pekaseh Subak Palian, Desa Perean, Made Jaman. Menurutnya, pertanian yang digarap dengan sistem organik dan mengaplikasikan budaya pertanian sesuai kearifan lokal para petani terdahulu diyakini dapat mengembalikan keseimbangan alam. “Dengan organik, semua unsur-unsur pengurai tanah untuk memberikan kesuburan secara alami kembali terwujud, termasuk hasil pangan yang dihasilkan seperti beras, buah maupun sayuran lebih sehat dan aman dikonsumsi. Apalagi wisatawan khususnya mancanegara mulai melirik produk organik atau tidak tercemar pestisida untuk menjaga tubuh tetap sehat,” ucapnya.
Bukan Hal Baru
Pertanian dengan sistem organik bukan hal baru bagi petani di Tabanan. Pasalnya, sejak tahun 2014 silam, Tabanan yang merupakan daerah lumbung pangan Bali sudah mulai mengarah ke sistem yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas hasil komoditi untuk kesejahteraan petani ke depannya.
Di Kecamatan Baturiti, seperti disampaikan Koordinator BPP (Balai Penyuluh Pertanian) Baturiti, Rai Purwanta, setidaknya sudah ada 30 persen petani di wilayahnya telah menerapkan organik. Termasuk juga sudah ada yang membuat pupuk organik.
“Total ada sekitar 400 hektar atau 7 subak yang sudah menerapkan organik dari 17 subak yang ada di wilayah kami, termasuk proses pupuk organik juga sudah mulai dibuat di masing-masing subak, dan ini tentunya akan terus kita dorong agar petani mau menerapkan sistem organik, karena ini juga merupakan program Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten untuk mewujudkan Nangun Sat Kerti Loka Bali,” terangnya.
Termasuk, pelatihan pertanian organik dengan sistem biodinamik yang diinisiasi YDN ini diakuinya bisa menambah ilmu untuk nantinya bisa diketoktularkan pada petani lainnya. “Dengan organik tentu tidak akan membunuh semua hama yang memang masih dibutuhkan untuk kesuburan tanah maupun keberlangsungan tanaman. Jadi ke depan program ini akan terus dimantapkan dan berkelanjutan. Apalagi dari pelatihan, saya melihat sistem biodinamik ini lebih sederhana proses pembuatan aplikasinya dan lebih efisien,” ucapnya.
Sementara itu Koordinator Penyuluh Pertanian Kabupaten Tabanan, I Made Subur, menjelaskan, penerapan organik dengan sistem biodinamik akan sangat mendukung potensi pertanian di kawasan Baturiti yang lebih beragam. Ke depan diharapkan pembangunan pertanian organik bisa dimulai dari Baturiti, karena sumber-sumber air berasal dari Baturiti, termasuk juga keberadaan danau.
Sehingga produk pertanian yang dihasilkan termasuk sumber sumber air yang dikonsumsi oleh masyarakat aman untuk kesehatan. “Dari segi keragaman potensi pertanian, Baturiti memang kecamatan yang paling berpotensi, terutama komoditi sayuran yang umurnya pendek dan perlu sentuhan pupuk organik, sehingga hasilnya yang dikonsumsi dan dikirim ke hotel-hotel menghasilkan produk pangan yang sehat, untuk menghasilkan manusia yang sehat baik pikiran, perkataan dan perbuatan,” ucapnya.
Made Subur menambahkan semakin banyak yang diajak untuk memperhatikan dan mengingatkan para petani, diharapkan bisa mempertahankan Tabanan sebagai lumbung beras/ pangan Bali. Termasuk, kedl depan komoditi pangan yang dihasilkan semakin berkualitas dan sehat untuk dikonsumsi. “Apapun bentuk program Pemerintah yang bagus jika tidak masyarakat sebagai penentu arah menyukseskan program tersebut tentu tidak ada artinya. Apalagi mayoritas kita adalah beras, dan organik adalah basik dasar tatanan roh pertanian Bali yang organik yang dilandasi oleh darma pemaculan atau Tri hita karana. Tiga unsur ini yang saling harus diperhatikan,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)