DENPASAR, BALIPOST.com – Bali akan menemukan titik terang kebangkitan pada 2022 dengan adanya berbagai event internasional di Bali, ditambah dengan proyeksi traveler dunia yang memilih Bali sebagai tujuan wisata. Namun selama 20 bulan bergulat dengan pandemi COVID-19, telah memberikan bekas luka (scar effect) bagi pariwisata Bali.
Kepala KPw BI Bali, Trisno Nugroho, Rabu (24/11) mengatakan, dampak dari COVID-19 ini karena 18 bulan lebih tidak beroperasi atau melakukan kegiatan usaha. “Contohnya hotel ini apakah service-nya akan sama seperti dulu? Pasti berubah. Ruangan kamar atau gedungnya mungkin tidak terawat, SDM-nya mungkin lupa dengan cara-cara pelayanan,” bebernya.
Untuk memperbaiki scar effect ini memerlukan permodalan dan waktu 3 bulan, 6 bulan atau setahun. Sementara saat ini meski border telah dibuka, wisatawan asing belum berkunjung, sehingga sulit menyembuhkan luka tersebut.
Demikian juga dari sisi permodalan, mengingat skala usaha yang berbasis pariwisata di Bali adalah menengah. Sehingga tidak tersentuh oleh PMK 71/2020 dan PMK 32/2021, akibatnya pelaku usaha pariwisata tidak bisa mengakses permodalan ke perbankan.
Dengan adanya gap ini, diakui pihaknya telah menyampaikan ke pemerintah pusat, demikian juga Gubernur Bali telah bersurat ke pemerintah pusat agar bisa membantu pelaku usaha di Bali dari sisi permodalan. “Memang bagi pelaku usaha kecil dan menengah agak sulit bertahan karena pelaku usaha besar saja kesulitan. Apalagi hotel bintang 3 dan 4, mereka perlu waktu untuk menyembuhkan scar effect ini,” ungkapnya.
Namun salah satu solusi yang ditawarkan dari sisi permodalan adalah melakukan konsolidasi antarpelaku usaha agar dapat saling membantu untuk pulih. Sampai saat ini sudah ada empat pengusaha yang mulai berproses di Jakarta untuk mendapatkan bantuan permodalan. “Kita akan dorong bersama-sama dan kita optimis Bali dapat bangkit 2022 dengan kewaspadaan,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)