Pedagang di Pasar Kumbasar sedang menata barang dagangannya. Di tengah pandemi COVID-19, pedagang di pasar itu yang kebanyakan menjual kerajinan tangan mengalami penurunan omzet karena sepinya pembeli. (BP/Febrian Putra)

DENPASAR, BALIPOST.com – Optimisme ekonomi Bali akan tumbuh dan pulih di 2022 dilontarkan Bank Indonesia, meskipun pandemi COVID-19 belum segera berakhir. Optimisme ini mendapat tanggapan dan dukungan serta solusi dari Guru Besar FEB Unud, Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, M.P.

Prof. Kembar Sri Budhi mengatakan selama masa pandemi seluruh sendi-sendi perekonomian terdampak secara signifikan, sehingga berimplikasi pada menurunnya kegiatan ekonomi yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sampai saat ini mengalami kontraksi. Walaupun saat ini kontraksi tersebut telah menurun dari tadinya sebesar dua digit sudah menjadi satu digit, tetapi kepiluan para pelaku ekonomi masih terasa sangat menyesakkan.

Dikatakan, ada beberapa indikasi yang dapat dipergunakan sebagai refleksi untuk melihat prospek perekonomian ke depannya. Pertama, stabilitas nilai tukar. Faktor ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena salah satu komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi itu adalah besar kecilnya nilai ekspor suatu daerah.

Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor saja susah dalam kondisi yang normal, apalagi ditambah dengan stabilitas nilai tukar yang fluktuatif akan memberikan kesulitan bagi pelaku ekonomi untuk memprediksinya. Jika diperhatikan dari ekspor Bali telah mulai menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan sedemikian rupa, geliat para pelaku ekonomi sudah menunjukkan aktivitasnya seiring dibukanya beberapa negara dan pembatasan-pembatasan yang lebih diserhanakan.

Baca juga:  Jelang Nyepi, Masyarakat Diimbau Selektif Unggah Video di Medsos

Indikator kedua yang tetap perlu dijaga stabilitasnya adalah tingkat inflasi. Pada situasi banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaannya sehingga sekaligus juga menghilangkan pendapatannya (jika ditambah dengan inflasi yang meningkat), maka praktis kesejahteraan mereka akan merosot drastis. Padahal kesejahteraan adalah tujuan akhir dari pembangunan ekonomi suatu negara.

Dalam jangka pendek bisa saja ini terjadi tapi jangka menengah dan panjang harus ada terobosan-terobosan agar aktivitas masyarakat tetap dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Misalnya, mempercepat proses alih keterampilan dalam upaya untuk menekuni usaha baru.

Lebih jauh dikatakan Sri Budhi, tujuan pembangunan ekonomi sekarang telah bergeser bukan hanya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, juga sekaligus membentuk masyarakat yang inklusif yakni kesempatan seluasnya bagi seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan sehingga mampu mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan di masyarakat. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, maka perlu adanya perubahan paradigama berkaitan dengan perkembangan industri 4.0 dan society 5.0.

Baca juga:  Antisipasi Pesatnya Perkembangan Nusa Penida, PLN Siapkan PLTS di 2019

Teknologi informasi dengan digitalisasi akan merasuki semua sendi kehidupan masyarakat, edukasi dan literasi kearah itu tidak dapat ditawar lagi. Semua usaha harus diarahkan berbasis digitalisasi tentunya dengan menyiapkan masyarakat untuk memahami seluk beluk digitalisasi tersebut dengan menyediakan sarana yang memadai dengan biaya murah dan jaminan keamanan yang paripurna.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat dan pelaku ekonomi yang selalu berorientasi pada peningkatan nilai tambah ekonomi jelas harus memiliki optimisme tinggi untuk menyongsong masa depan. Optimisme tersebut tidak membabi buta, karena ada beberapa indikasi yang dapat dipergunakan sebagai acuan memupuk optimisme tersebut.

Dikatakan, laporan Bank Indonesia ternyata di masa pandemi ini ternyata kinerja keuangan relatif stabil, tidak berpengaruh banyak terhadap aktivitas masyarakat untuk memanfaatkan lembaga keuangan. Artinya, orang yang meminjam dan orang yang menabung tidak banyak terpengaruh, sehingga secara implisit sebenarnya orang tetap berupaya untuk berpartisipasi dalam pembangunan. “Ini adalah modal besar yang perlu dijaga. Kedua di samping sektor komunikasi dan kesehatan mengalami peningkatan, juga sektor pertanian sudah mulai mendapatkan porsi perhatian lebih. Kalau di sektor lainnya banyak terjadi pengangguran dan pemutusan hubungan kerja, ternyata di sektor pertanian justru menyerap lebih banyak tenaga kerja. Ini juga merupakan modal besar yang perlu terus dijaga, tentunya keberpihakan ini didukung oleh aturan, kebijakan dan kemudahan yang dijadikan terobosan untuk membesarkan sector pertanian,” ujar Prof. Kembar Sri Budhi.

Baca juga:  Jaga Kelestarian Rumah Tradisional Penglipuran, Tiga Bangunan Warga Disubsidi

Keuntungan lainnya adalah sebagian besar dari masyarakat sudah akrab dengan internet dan media sosial, membuat literasi menjadi lebih mudah untuk menyongsong era baru ke depan. Nantinya masyarakat yang berpusat pada manusia yang menuju keseimbangan antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui dunia maya dan dunia nyata.

Ke depan manusia dan teknologi akan menjadi titik sentral yang ciri utamanya memberikan kemudahan pada kepraktisan dalam taraf kemajuan yang lebih berkualitas. “Tantangan utamanya adalah penguasaan teknologi, sebagian aktivitas manusia akan diambil alih oleh kecerdasan buatan, robotik dan sejenisnya sehingga manusia cukup mempersiapkan pekerjaan yang bersifat manusiawi yang tidak bisa diselesaikan oleh robot, sehingga kemajuan tersebut bukan hanya menyajikan kepraktisan sekaligus juga mempertebal nilai-nilai kemanusiaan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN