Oleh I Komang Purna
Menjadi guru ideal pada era society 5.0 cukup berat. Kecakapan dalam profesi guru semakin kompleks, berakibat tugas-tugas yang diemban guru semakin rumit. Tanggung jawab yang dipikul juga semakin berat, dan harapan yang digantungkan kepadanya semakin tinggi guna menghasilkan SDM unggul, agar mampu beradaptasi dan berkompetisi pada era society 5.0.
Era society 5.0 ini merupakan kolaborasi antara manusia sebagai pusat dan teknologi sebagai dasarnya. Era society 5.0 digagas pertama kali oleh Pemerintah Jepang sebagai antisipasi dari gejolak revolusi industri 4.0, yang menyebabkan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Yaitu keadaan dimana perubahan yang terjadi sangat cepat, penuh dengan ketidakpastian, semakin rumit dan sulit dikontrol. Kebenaran serta realitasnya juga subjektif.
Dalam menghadapi era society 5.0 ini, diperlukan adaptasi dan kompetensi yang mumpuni.
Untuk itu, pendidikan memegang peranan penting membentuk kecakapan hidup abad 21 atau yang dikenal dengan 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, and Collaboration). Guru sebagai garda terdepan dalam pendidikan, tidak hanya cakap dalam mengajar materi pelajaran di kelas. Tetapi bisa menjadi guru yang kreatif, inovatif, berkolaborasi, mendidik, membuka pikiran siswa, menginspirasi, dan menjadi teladan.
Untuk memenuhi kriteria kecakapan hidup saat ini, siswa juga diharapkan memiliki kemampuan literasi dasar yang baik dan kompetensi yang mumpuni. Yaitu memiliki pemikiran yang kritis, kreatif, bernalar, berkomunikasi, kolaborasi, serta memiliki kemampuan pemecahan masalah (problem solving) yang baik. Dengan semakin kompleksnya kecakapan yang harus dimiliki siswa, guru diberikan amanat lebih untuk mewujudkan harapan tersebut.
Dalam era society 5.0 ini, penggunaan teknologi dalam segala lini kehidupan merupakan suatu keharusan, karena teknologi menjadi dasarnya. Penggunaan teknologi bukan lagi hanya sekadar bisa menggunakan perangkat komputer/laptop, tetapi lebih kepada pemanfaatan Internet of Things (IoT), Virtual Reality (VR) & Augmented Reality (AR), Artificial Intelligent (AI), dan Big Data untuk mengetahui serta mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh siswa. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi efektif dan efisien.
Bahkan konsep metaverse yang dikemukakan oleh CEO Meta (sebelumnya Facebook Inc.), Mark Zuckerberg pada 29 Oktober 2021 lalu, memberikan gambaran baru bagaimana teknologi dalam 5-10 tahun mendatang dapat mewujudkan dunia maya yang sangat nyata (metaverse). Dunia pendidikan pun akan ikut di dalamnya, yang akan mengubah cara-cara belajar dari yang ada sekarang. Perubahan-perubahan semacam ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh guru-guru, terlebih guru yang masih dalam usia muda atau produktif akan bertemu dengan teknologi yang semakin berkembang, yang akan dipergunakan dalam pendidikan.
Dalam kondisi seperti ini, guru juga harus menguasai teknologi agar kelak bisa mengenalkannya kepada siswa. Penerapan teknologi dalam pembelajaran, memberikan ruang bagi guru dan siswa untuk memperluas cakupan sumber materi dan cara-cara belajar. Tidak lagi terbatas pada sumber belajar berupa buku saja, melainkan bisa didapat dalam berbagai bentuk di internet. Namun, yang paling banyak digunakan saat ini adalah sumber belajar dalam bentuk video. Walaupun dalam pelaksanaannya, guru menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran, bukan berarti tugas guru akan semakin mudah.
Karena teknologi pada era society 5.0 tidak lagi berperan sebagai alat bantu yang memudahkan profesi seorang guru. Melainkan alat bagi guru untuk dapat melakukan hal yang lebih sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, kehadiran teknologi dalam pembelajaran ini, bukan berarti peran guru serta merta hilang dan digantikan dengan teknologi. Ada hal-hal esensial yang tidak dapat menggantikan sosok seorang guru bagi siswa. Beberapa peran guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi, yaitu berinteraksi langsung dengan siswa di kelas, membuat ikatan emosional, menjadi teman sekaligus konselor, penanaman karakter positif, dan sebagai model ideal atau teladan bagi siswa.
Semua kriteria dan kompetensi yang dibutuhkan di atas, menjadi tantangan bagi guru-guru di Indonesia dan pemerintah untuk menyiapkan secara matang, jelas, terukur, dan sistemis. Sehingga mengarah pada pola pembelajaran masa depan yang sesuai dengan era society 5.0. Menelisik tugas-tugas guru yang begitu kompleks dan imajiner, bisa dibayangkan bahwa ini bukanlah profesi yang mudah.
Bahkan beratnya “rindu” yang dirasakan Dilan (tokoh dalam film berjudul Dilan 1990), tidak ada apa-apanya dibandingkan menjadi guru masa kini. Karena nyatanya yang berat bukan rindu, tetapi jadi guru. Banyak tanggung jawab yang harus dipikul dan menjadi harapan untuk dapat mewujudkan generasi Indonesia dengan kualitas SDM yang unggul. Sehingga SDM Indonesia tidak hanya menjadi penonton ataupun pemain kecil dalam era society 5.0 ini. Melainkan menjadi pemain besar dan bahkan bisa menjadi pemain utama di kancah internasional.
Penulis adalah Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Prajabatan Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta